Views: 30
Nama-nama gang di Padukuhan Nandan, yang terdiri dari sepuluh RT dalam dua buah RW, sebagian besar adalah nama-nama yang berhubungan dengan Kuda. Hal ini menunjukkan bahwa di masa lalu, Di Padukuhan Nandan banyak terdapat kuda dan andong, seperti cerita-cerita beberapa orang sesepuh di sini. Nama-nama gang seperti Kembang Duren, Gagak Rimang, Bopong, Plongko, Sandel dan Jragem adalah nama-nama yang terkait langsung dengan kuda. Pemasangan kembali patung kuda di mulut Gang Kembang Duren selain membantu mengenali gang masuk, memperindah lingkungan juga mengingatkan kembali bahwa di Nandan dulunya banyak kuda dan andong.
Awal tahun 2025, beberapa tetangga yang ketemu curhat pingin punya patung kuda lagi di atas gapura, di pinggir jalan Nyi Tjondrolukito, di mulut gang Kembang Duren.
“Dulu ada patung kuda, enak kalau ngancer-anceri. Tinggal bilang Patung Kuda masuk ke Timur”. Begitu kata salah satu tetangga. Ada juga yang menyampaikan,”Sekarang sering kebablasen, nggak kelihatan tanda-tanda beloknya. Enak kalau ada patung kuda kayak dulu.”



Proses Pemasangan Kembali Patung Kuda
Suatu saat bersama dokter Yusmein, kami menemui Pak Hamdani, salah satu tetangga di kantornya. Awalnya kami mendiskusikan satu hal yang tidak ada hubungan dengan kuda. Namun sampai juga pembicaraan mengenai keinginan punya kuda itu. Dan gayung bersambut. Tetangga yang baik itu menyanggupi akan membuatkan patung kuda untuk dipasang kembali di gapura kita, untuk menggantikan hiasan lampu di atas Gapura. Puji Tuhan.
Lewat beberapa waktu, tibalah harinya ada kabar bahwa kuda akan diantar. Kami sambut patung kuda yang datang di Pos 4 di dekat gapura. Ya ampun….patung kudanya besar bingit…tinggi sekitar 2 meter dan panjang sekitar 1.8 meter.
Kami lihat ke gapura dan sekitarnya yang sekarang sudah banyak dihiasi kabel-kebel listrik dan fiber optik. Kami ukur ketinggian bersih di atas gapura. Ternyata akan sangat mepet ke kabel listrik yang pating sliwer di atas gapura kalau kuda kita letakkan di atas gapura apa adanya.
Banyak masukan dari yang hadir di lapangan, seperti Pak RW 39, Pak Bagas dan Pak Agung. Kami putuskan gapura untuk dipotong ketinggiannya, agar ketinggian bersih di atas gapura masih aman untuk dipasang patung kuda yang datang itu tanpa khawatir terkena kabel listrik. Juga agar posisi patung kuda tidak terlalu tinggi. Kuda sementara kami simpan di rumah mas Drensdy/mbak Yayuk.
Setelah tertunda beberapa lama melewati lebaran dan Paskah, tibalah hari yang dinanti, Selasa, 22 April 2025, kuda diambil pak Agung, dibawa ke lokasi dan pemasangan patung kuda dilakukan. Kuda dipasang menghadap ke Barat seperti masukan Pak Hirsyam, sesepuh RT 10, dengan pertimbangan agar bisa lebih jelas dari sisi jalan Raya baik dari sisi Utara maupun Selatan.
Patung kuda terpasang baik ditunggui beberapa warga seperti pak Wijaya, Pak Santosa, pak Agung dan beberapa petugas keamanan. Masih ada PR-PR yang perlu dilakukan untuk lebih baiknya, yaitu memotong pohon di pinggir jalan yang daun dan dahannya menutupi patung kuda, merapikan iklan-iklan danpetunjuk arah di depan gapura, membersihkan sampah di bagian bawah gapura, dan memasang lampu-lampu sorat untuk menerangi patung kuda di waktu malam.


Nama-nama Gang di Padukuhan Nandan
Saat pemasangan dilakukan, ada seorang seorang simbah yang mendekati, dan menyampaikan terima kasih sudah dipasang patung kuda lagi. “Iya mbah, jadi lebih mudah ngancer-anceri ya mbah?” jawabku. Bukan pak, kuda itu sejarah tempat ini. Dulu di sini banyak kuda dan andong. Lha ini nama jalan Kembang Duren khan juga kuda.
“Lho..yang betul mbah, bukannya kembang duren itu bunga durian yang enak dimakan itu?”, tanyaku. “Bukan pak, Kembang Duren di RT 9 itu adalah salah satu ulese atau wajah kuda. Selain Kembang Duren, ada banyak ulese jaran yang lain, seperti Dhawuk, Jlitheng, Jragem, Rajeg, Tutul, Pancal Panggung“, jawab simbah itu mantap.
“Ealah, malah baru tahu saya mbah. Jadi dulu disini banyak kuda ya?”, aku lanjut bertanya. “Iya, makanya jalan-jalan di sini namanya banyak yang berhubungan dengan kuda”, jawabnya.
“Itu pak, gang yang dari rumah bapak ke Utara dikit, terus belok kiri, itu namanya khan gang Gagak Rimang. Bapak tahu khan apa itu gagak rimang?”. Waduh, malah ditest perkudaan ini.

Beruntung saya baca cerbung seri Trah Brawijaya yang berseri-seri itu. “Tahu pak, itu kuda andalannya Arya Penangsang”, jawabku cepat, sambil berharap tidak berlanjut ke pertanyaan perkudaan yang lain lagi. “Selain Kembang Duren, dan Gagak Rimang yang menjadi nama jalan di Dusun Nandan ini, apakah masih ada nama jalan lain yang berhubungan dengan kuda mbah?”, aku cepat bertanya saja agar tidak kedahuluan ditanya yang lain.
“Banyak pak, itu gang sebelah Utara gang Kembang Duren itu khan Gang Bopong di RT 08 dan RT 09, terus sebelahnya lagi gang Plongko di RT 06 dan RT 08″, jawabnya. “Maksudnya mbah?”, aku masih bingung. Aku tahu nama gang disebelah itu memang gang Bopong dan gang Plongko, tapi njuk opo hubungane karo jaran.

“Ealah, Bopong dan Plongko itu adalah salah dua dari jenis-jenis kuda Sandelwood. Sandle wood itu adalah jenis kuda asli Sumba yang dikenal dengan berbagai warna bulu. Nah, Bopong itu kuda sandelwood yang memiliki warna krem atau kuning pucat.”, terang simbah itu dengan lancar.
“Nah, kalau Plongko itu jenis sandlewood yang memiliki warna belang atau loreng pada tubuhnya“, tegas simbah.
Jadi sudah terang sekarang, di RW 39 Padukuhan Nandan ini semua nama jalannya berhubungan dengan kuda. Kembang Duren, Gagak Rimang, Bopong dan Plongko. Hanya jalan Nandan Baru yang kayaknya tidak ada hubungan dengan kuda.

“Oh, bukan hanya di RW 39 di sisi Timur jalan saja pak, tapi di RW 38 di sisi Barat Jalan Nyi Tjondrolukito, gang-gangnya juga berhubungan dengan kuda”, imbuh simbah seperti bisa membaca pikiranku.
“itu gang disebelah Utara Gudeg bu Ninik, terus rumah pak Dukuh, itu khan Gang Sandel di RT01. Itu nama Kuda Sandel, atau lebih lengkap kuda Sandalwood pony, itu kuda balap yang dari pulau Sumba. Konon, kuda ini memiliki leluhur kuda dari Arab, yang disilangkan dengan kuda poni lokal (grading up) untuk memperbaiki sejumlah penampilannya.”
Di Utara gang Sandel, itu ada Gang Pancal. RT 01 dan 02 Kuda Pancal ini dikenal karena warnanya coklat mengkilat, sering disebut Pancal Panggung.
Di sebelah Utaranya lagi ada gang Jragem. Nah “Jragem” di RT 02, RT 03 dan RT 04. ini megacu pada kuda balap lokal, terutama yang digunakan dalam perlombaan tradisional. Terkadang Jragem untuk menggambarkan kuda yang kuat, lincah, dan biasa digunakan untuk balapan.
Masih ada lagi, Gang Mait di RT 03, Gang Napas di RT 06, Gang Pancal Panggung di RT 06, semuanya istilah-istilah yang berhubungan dengan perkudaan.
Matur nuwun mbah, jebul kuda dan andong memang tidak bisa dipisahkan dari Nandan. Malah baru tahu sebagian besar nama gang di Padukuhan Nandan, di kedua RWnya, RW 38 dan RW 39 berhubungan dengan kuda.
Dari tulisan sejaran Dusun nandan yang ditulis Pak Dukuh Susilo, disebutkan bahwa pada masa itu Nandan lama dikenal sebagai dusun yang makmur. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya warga yang memilik andong sebagai kendaraan yang dianggap kemapanan dla itu. Kemakmuran itu didukung adanya perkebungan kembang gambir dan Melati di sekitar Bulak Plataran yang sekarang menjadi wilayah Karitas sampai Kali Buntung, dan di Bulak Tekik, yang sekarang menjadi wilayah RT 09 dan Perumahan Nandan bagian Selatan, serta lahan tegalan dan persawahan yang subur waktu itu sampai awal tahun 1980an di lokasi yang dikenal sebagai Bulak Nandan atau Nandan Tegal, yang sekarang menjadi Perumahan NGI bagian Timur.
Kejayaan Nandan pada era itu menurut sejarah Dusun Nandan, ditandai dengan banyaknya warga yang memiliki andong dan kuda, yang pada waktu itu merupakan barang mewah. Sekaligus kendaraan itu menjadi lambang status sosial. Untuk mengenang masa kejayaan itu, maka pada saat kepemimpinan Bapak Hadi Daryono, nama-nama gang yang ada di Nandan diberi nama denga nama-nama kuda.
Dan di tahun 2025 ini, untuk kembali mengingatkan sejarah tersebut, kita pasang kembali Patung Kuda di tapi jalan Nyi Tjondrolukito di mulut gang Kembang Duren.
Selamat berkarya.