Views: 153
Sabtu, 9 Januari 2016 menjadi hari penting bagi kami. Kami memperingati 1000 hari ibu kami tercinta, ibu Jovita Sutarni dipanggil Tuhan. Dan dalam persiapannya, sejak beberapa bulan yang lalu, kami putra-putri ibu dan bapak Johanes Soerono, saling berdiskusi lewat media WA untuk mengenang ibu dan bapak kami yang telah dipanggil Tuhan, dengan memberi tanda di makam ibu bapak kami agar bisa menjadi kenangan bagi anak cucu ibu dan bapak kami, dalam bentuk batu nisan.
Kami berempat, Adi-Bimo-Novi-Agung, bersepakat untuk membuat nisan yang sesuai dengan sifat dan karakter dari Ibu dan Bapak, yang kami kenal. Ibu dan bapak yang kami cintai dan teladani.
Ibu dan Bapak adalah teman satu sekolah di IKIP Sanata Darma belajar mathematika dan ilmu alam, yang kemudian ibu menjadi guru Kimia di STM dan bapak menjadi guru Fisika dan matematika di SMA dan beberapa sekolah lain di Solo. Oleh karena itu, kami memilih bentuk nisan yang geometris dengan garis-garis yang lurus. Bentuk ini juga mencerminkan sifat Ibu dan Bapak yang sederhana, pragmatis dan tidak aneh-aneh.
Kami juga menyadari Ibu dan Bapak adalah orang modern di jamannya. Ibu mengendarai kendaraan bermotor waktu masih muda, pada jaman itu. Pada saat kalkulator baru muncul, Bapak dengan bangga menunjukkan kalkulatornya yang bisa menghitung sinus hyperbolic. Oleh karena itu kami merancang batu nisan yang diilhami dari lukisan Piet Mondriaan salah satu pioneer seni modern.
Batu nisan Ibu dan Bapak mengandung garis vertikal dan horisontal melambangkan pengabdian Ibu dan Bapak kepada Tuhan dan kepada sesama. Ada tiga warna dasar, biru-merah-kuning. Tiga warna dasar ini bisa dicampur untuk membuat warna apa saja. Hal ini melambangkan prinsip-prinsip sederhana Ibu dan Bapak yang bisa diterapkan di segala situasi dalam hidup.
Kami ingin selalu mengingat nasehat dari Ibu dan Bapak yang juga tertulis di batu nisan: kasih sayang kepada saudara dan sesama, jangan menbeda-bedakan. Nasehat ibu yang lebih bersifat ke dalam, nasehat untuk kami berempat, yang selalu diulang-ulang ibu, yaitu untuk
selalu rukun dengan adik dan kakak, kami tuliskan “Sing rukun lan gemati marang sedulur”. Dan nasehat bapak yang bersifat lebih keluar dalam kami bergaul dengan sesama, untuk selalu menghormati siapapun, untuk tidak membeda-bedakan dalam hal apapun juga, yang kami tuliskan ” Sampun ngantos kita mbedak-mbedakaken kita kedah sae dateng sinten kemawon”
Semoga makam yang menjadi tanda di tempat tersebut diistirahatkan sosok-sosok bapak dan ibu kami, yang jiwanya sudah bahagia disurga, menjadi tempat anak cucu ibu dan bapak untuk mengenang dan terus meneladani nila-nilai yang mereka hidupi sepanjang mendidik kami anak-anaknya,bukan hanya lewat kata, namun lebih lewat cara hidup dan cara bertindak sehari-hari.
Solo, 9 Januari 2016.
Kami yang mencintai ibu Jovita Soetarni dan Bapak Johanes Soerono,
Adi, Bimo, Novi dan Agung.