Visits: 82
Atyrau, satu nama kota di negara Kazakstan. Tak pernah sebelumnya aku bermimpi akan menginjakkan kaki di tempat yang jauh ini. Kazakstan adalah suatu negera, yang sebelumnya merupakan bagian dari Uni Sovyet, yang kemudian merdeka, berdiri sendiri. Di negara ini juga terdapat pangkalan peluncuran pesawat luar angkasa Uni Sovyet. Dan dari banyak keistimewaan negara ini, yang paling aku kagumi adalah ekstremnya cuaca, dinginnya yang luar biasa di winter, di bulan Januari 2009 saat aku berada di Atyrau. Dan satu keunikan lagi adalah terbelahnya kota Atyrau menjadi dua bagian oleh sungai Ural, yang merupakan batas dari benua Asia dan benua Eropa. Jadi ada bagian dari kota Atyrau yang merupakan bagian dari benua Asia, dan satu sisi lain sebagai bagian dari benua Eropa.
Di bulan Januari 2009 bersama mbak InungĀ dalam rangka memfasilitasi dua buah kelas manajemen projek metodologi bagi para karyawan perusahaan di Atyrau, saya berkesempatan untuk datang di Atyrau selama dua minggu. Negara ini sangat menarik, dari penduduknya, saya melihat ada dua bagian “suku” besar, yaitu sebagian ras seperti orang Rusia, dan satu bagian lagi seperti orang Mongolia, sekilas seperti orang bule dan orang Tionghoa. Cukup mencolok perbedaannya. Bahasa yang digunakan juga terbagi menjadi dua bahasa besar, yaitu bahasa Rusia dan bahasa Kazakstan. Di dalam kelas saat pelatihan disediakan seorang penterjemah, yang sekali-sekali menterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Rusia/Kazakstan ini…menarik.
Mayoritas penduduk di Kazakstan adalah muslim, namun dari pengamatan sehari-hari kulihat penduduknya belum sereligious penduduk di Indonesia. Dari omong-omong dengan teman-teman dari Kazakstan, karena kegairahan beragama baru lebih muncul sesudah merdeka, belum terlalu lama. Di jalan-jalan masih saya lihat orang minum minuman keras, yang biasa dilakukan di sini karena kondisi cuacanya yang ekstrem dingin.
Saya berkesempatan jalan-jalan, masuk ke pasar tradisionalnya, kondisinya mirip-mirip pasar Besar Solo, bentuk los besar, dan para pedagang menjajakan dagangannya di lapak-lapak di los besar tersebut. Saat pergi ke pasar, sempat di “curigai” polisi, dan diminta menunjukkan pasport. Namun baik-baik saja setelah dilihat-lihat pasportnya.
Di bulan Januari 2009, kondisi udara sangat dingin, apalagi kalau berjalan-jalan di luar, dan diterpa angin. Luar biasa dinginnya. Dan sungai Ural yang lebar sedang membeku. Benar-benar tidak kelihatan lagi airnya, bahkan permukaan sungai Ural bisa digunakan untuk berjalan-jalan seperti halnya satu daratan, dan kulihat ada beberapa mobil berjalan di atas permukaan sungai yang sudah mengeras tersebut.
Juga ada para pemancing yang duduk di atas kursi di tengah-tengah sungai, memancing dengan terlebih dahulu membor permukaan sungai agar bisa menembus ketebalan es, dan mencapai ke permukaan air yang berada di bagian bawah dari lapisan es di sungai tersebut. Saya sempatkan untuk ikut berjalan-jalan di atas permukaan sungai Ural, merasakan berjalan di atas sungai dan berfoto. Bandingkan foto di atas, di mana saya berdiri di atas permukaan sungai yang sudah tidak kelihatan airnya lagi, dengan kondisi sungai Ural di musim panas.
Menikmati Atyrau dalam dua minggu memang sangat menyenangkan, namun membayangkan untuk hidup menetap di Atyrau menjadi sangat berbeda rasanya. Sungguh bersyukur saya tinggal di Indonesia, yang udaranya sepanjang tahun selalu nyaman untuk melakukan banyak aktivitas in door maupun oudoor. Seharusnya kami bangsa Indonesia bisa lebih jauh produktif dan jauh lebih mensyukuri karunia Tuhan yang luar biasa ini. Selamat berkarya.
Dokumentasi dapat dilihat di: