Views: 147
Warung Ijo dan Kinahrejo. Saya yakin nama-nama ini sangat dikenal bagi sebagian besar teman-teman, namun Plunyon mungkin ini satu tempat yang belum pernah teman-teman dengar sebelumnya. Hari Minggu, 30 Maret 2014, bersama rombongan dari Riau dan Jakarta, ditemani teman-teman dari Yogya, kami mengadakan perjalanan ke tiga tempat terrsebut, setelah di sore hari sebelumnya kami melakukan wisata Yogya dengan sepeda.
Sepuluh orang berangkat dari Nandan, Monjali sekitar pukul 05:45, lima belas menit lebih lambat dari rencana semula, melaju melalui ring road Utara menuju Apotik Kentungan dimana sudah menunggu lima orang teman, dan bersama-sama mendaki melalui jalan raya, jalan Kaliurang menuju Warung Ijo, dengan singgah sebentar, regrouping dan berfoto-foto di papan nama UII. Jalan sudah cukup ramai oleh kendaraan bermotor dan juga para pengayuh sepeda, tua maupun muda, yang menikmati pagi yang mendung untuk berkumpul di Warung Ijo.
Warung Ijo Pakem
Sekitar jam tujuh pagi, kami sudah merapat di Warung Ijo Pakem. Depan, samping, bahkan sampai jalanan di arah samping belakang Warung Ijo sudah dipenuhi oleh sepeda dan para pengendaranya yang melemas lelah, dengan bercengkrama sambil minum teh hangat dan menikmati jajanan-jajanan dari Warung Ijo. Di trotoar jalan, di sisi seberang Warung Ijo, lapak penjual peralatan sepedaan tergelar dikerumuni para penyepeda, termasuk teman-teman rombongan dar Pekanbaru yang ikut juga “belanja”.
Warung Ijo adalah tempat yang istimewa bagi para pencinta sepedaan di Yogya, yang selalu ramai dikunjungi para goweser setiap hari, terutama di hari Minggu yang selalu ramai oleh berbagai tingkatan usia, kemampuan bersepeda, pria dan wanita. Tumplek bleg di Warung Ijo, yang membuat diri menjadi lebih semangat untuk terus mengkayuh sepeda, terutama kalau melihat bapak-bapak yang sudah sepuh-sepuh yang tetap semangat.
Makanan yang tersedia di Warung Ijo adalah makanan-makanan jajanan pasar yang sederhana, seperti tahu, tempe, arem-arem, pisang dan lain-lain. Bagi yang menginginkan dahar nasi dan lauk rumahan, tersedia juga. Dan yang tak dapat dilewatkan, tentunya teh hangat manis…jossss…
Jarak Warung Ijo Pekem ini hanya sekitar tiga belas kilometer dari rumah di Nandan, Monjali, dengan selisih elevasi sekitar 250 meter, masih nyaman untuk dinikmati dengan santai.
Plunyon
Perjalanan segera dilanjutkan. Rombongan bersama-sama melaju meninggalkan Warung Ijo, untuk menemui rombongan lain yang sudah menunggu di Simpang Pompa Bensin, dan bersama-sama menyusuri jalan-jalan blusukan, campuran jalan aspal, jalan beton dan jalan tanah. Mendaki menuju Plunyon melalui jalan di perkampungan dan sawah, bukan melalui jalur utama, sampai menembus jalan raya Kaliurang-Cangkringan dan kembali ke jalan utama, sampai ke pos retribusi obyek wisata.
Jalan blusukan ini melewati beberapa jembatan yang bagus, desa-dewa, maupun persawahan, yang tdak lupa digunakan untuk foto-foto bersama, sambil melepas lelah sejenak. Meskipun jalan blusukan yang bagi sebagian besar kami tidak memiliki pola yang jelas kemana arah yang tepat, tetapi kami merasa aman berada di antara dua jagoan, mas Handojo dan mas Mayong dari Kehutanan UGM yang gemar blusukan. Apa memang di Fakultas Kehutanan UGM banyak diajari blusukan yaaaa :). Mas Handojo memandu di depan, dan mas Mayong berada di urutan paling belakang, untuk memastikan semua anggotar gowes berada pada jalan yang benar.
Begitu masuk ke jalur utama, track mendaki lumayan tajam mulai terasa menguras tenaga sampai ke pos retrubisi. Tidak begitu jauh setelah melewati pos retribusi kawasan wisata, setelah satu masjid di pinggir jalan utama, yang berjarak kira-kira 500 meter dari pos retribusi tadi, kami belok ke kiri masuk ke jalan menuju ke Plunyon.
Jalan masuk tidak begitu jauh, lurus saja, sampai kami tiba di kawasan terbuka, dengan sungai Kuning yang sangat dalam di bawah di sisi kiri, dengan dam-dam sabonya, dibelah oleh jembatan selebar sekitar satu setengah meter, yang sebenarnya merupakan jembatan untuk mengalirkan air dari hasil bendung untuk keperluan air minum.
Jembatan Kali Kuning selebar sekitar satu setengah meter ini lumayan panjang, sehingga menjadi satu pemandangan yang indah di tengah-tengah kehijauan pepohonan di tebing, yang sebagian masih terlihat sisa-sisa batang-batang pohon kering yang ceritanya tersapu awan panas saat erupsi Merapi beberapa waktu yang lalu. Dan pemandangan indah ini masih dilengkapi dengan kedalaman sungai Kuning yang menyepa satu jurang di kedalaman.
Segera setelah melintasi jembatan, terlihat instalasi penampungan air, yang berasal dari bendung yang tidak begitu jauh tempatnya, dimana kamipun terus mengayuh, membawa sepeda kami sampai berada di hulu bendung, yang pagi itu dialiri air yang deras dan bening, di sela-sela batu-batuan beraneka ukuran yang menambah keindahan Kali Kuning.
Beberapa batu besar, dimana teman-teman yang tahu tentang batuan, menyebut pyroclastic erupsi merapi. Bayangan saya batuan yang terlempar dari kawah di puncak Merapi hasil letusan yang lampau, yang entah terlempar sampai tempat ini, atau sedikit demi sedikit terbawa aliran sungai dan gravitasi sampai di tempat ini. Luar biasa membayangkan kedasyatan Gunung Merapi yang indah ini.
Berbagai aktivitas dilakukan teman-teman di tempat ini, ada yang memilih lepas sepatu, duduk di batuan dan mencelupkan kaki di aliran sungai, membiarkan air jernih sungai yang mengalir memijati kakinya, katanya menghilangkan asam laktat dan menghindarkan dari kram. Ada teman lain yang memilih duduk di atas batu sambil uthak-uthek gadgetnya, memfoto, mengirim. Ada yang memilih berdiri diatas batu sambil mengangkat sepeda minta di foto, untuk profile :). Beragam kegiatan untuk menikmati keindahan alam di Plunyon ini.
Rasanya tidak ingin cepat kami meninggalkan tempat yang indah dan nyaman ini, masih ingin tinggal, meski hanya untuk duduk-duduk saja. Namun perjalanan memang harus terus dilanjutkan.
Kinahrejo
Kinahrejo, nama tempat yang sangat terkenal, tempat di mana sampai erupsi Merapi tahun 2010, mbah Marijan berdomisili, dan tetap berada di lokasi saat erupsi terjadi, dan meninggal dunia di lokasi ini.
Sepeninggal Plunyon, kembali ke jalan utama untuk naik ke Kinahrejo. Perjalanan menuju Kinahrejo adalah perjalanan yang sangat menantang bagi kami. dimana dengan jarak sekitar 4 km, namun dengan beda elevasi hampir 300 meter antara Plunyon dan Kinahrejo yang memiliki elevasi sekitar 1099 m di atas muka laut, dibanding dengan Plunyon yang berketinggian sektar 800 di atas muka air laut.
Beberapa kali kami perlu istirahat, karena ada teman yang mengalami kram. Jalanan benar-benar tajam mendaki, terus mendaki sampai di tempat parkir kendaraan bermotor, dimana tidak ada lagi kendaraan bermotor yang diperkenankan untuk naik menuju tempat petilasan rumah almarhum mbah Marijan. Tahapan terakhir dari tempat parkir kendaraan sampai lokasi rumah Mbah Marijan, sangat ekstrem tanjakannya. Beberapa kali kami memilih menuntun sepeda.
Saat istirahat ngobrol dengan pemilik warung di pinggir jalan, ibu pemilik warung cerita tentang daerahnya ini, yang saat ini hanya boleh dihuni di siang hari, dan di malam hari sama sekali tidak boleh tinggal di tempat ini, mengingat bahaya yang bisa sewaktu-waktu muncul. Situasi yang sangat bahaya adalah datangnya awan panas, yang hadir tanpa tanda-tanda maupun suara yang pernah menghancurkan daerah itu, semua ternak mati, dan banyak warga yang meninggal di tempat tanpa menyadari datangnya awan panas tersebut.
Situasi di petilasan rumah mbak Marijan cukup rapi, dimana dibangun satu pendopo, kemudian semacam museum kecil yang berisi mobil dan beberapa sepeda motor yang hangus terbakar oleh awan panas Merapi saat letusan di tahun 2010, dan juta ada beberapa warung penjual makanan.
Puji Tuhan, dengan perjuangan yang cukup menantang, kami semua bisa mencapai tujuan di desa Kinahrejo dengan selamat dan tetap gembira dan segar.
Sampai di tempat ini secara psikologi kami sudah merasa sampai di rumah, karena tahu bahwa perjalanan pulang nanti sangat minimal mengeluarkan tenaga kayuhan, karena jalanan akan terus menurun, dan sepeda akan terus berjalan karena kekuatan gravitasi. Namun tetap harus konsentrasi sepenuhnya, karena jalan menurun jauh lebih berbahaya dari pada jalan yang menanjak. Apalgi akan turun melalui jalan utama, dimana banyak kendaraan bermotor yang melaju.
Terima kasih teman-teman semua, terima kasih Tuhan, kita bersama bisa menikmati keindahan alam melalui kayuhan sepeda kita.
Yogya: Nandan-Warung ijo-kinahrejo Vv at EveryTrail
sepeda jelek ku bakalan rontok sebelum sampai ke tkp hahahaha…indah nya gowes bersama,miris nya gowes sendirian.
aseeek gan… tracknya menantng bgt.. seru kayaknya..
pengen nyoba juga tracknya gan…
bekas erupsi suasananya jadi berbeda ya …