Views: 48
Kisah seorang anak yang dengan wajah murung pulang dari menjalani ujian. Saat kutanya, apakah soalnya sulit? Jawabnya mengejutkan, “Biasa saja….”. “Tapi koq nampak kesel?”, tanyaku lagi.”Teman-temanku yang biasanya baik-baik, ngeselin, mereka nggak jujur lagi”. Walah-walah, ternyata sebagian besar temannya, dengan berbagai cara, dengan bisik-bisik, dengan menyimpan di handphone, dengan secarik kertas, menyimpan jawaban-jawaban ujian sebelum ujian berlangsung.
Saat anak itu bertanya, apakah untuk ujian besok dia boleh meminta kunci jawaban ke temannya, aku balik bertanya, apakah menurutmu hal itu baik? Anak itu bimbang, sebenarnya nggak baik, tapi kalau hampir semua, dan mungkin besok pagi semua temanku melakukan hal itu, dan para bapak dan ibu guru juga sepertinya membiarkan hal itu terjadi, aku jadi ragu, mana yang baik dan mana yang tidak baik?
Aku bertanya kepada salah satu teman guru, mengenai hal itu, dan beliau menjawab dengan sedih ,”Saya seperti seekor jerapah yang memasukkan kepala dan leher saya ke dalam tanah, saya tahu ada hal tidak baik terjadi di depan mata saya, namun saya tak berdaya untuk menghentikan”.
Nah lo……Kebenaran, kejujuran, menjadi sesuatu yang membingungkan, menakutkan dan susah untuk dilakukan. Ketidakjujuran terjadi secara massal, hingga tak ada satupun lagi yang merasa telah melakukan kesalahan dan ketidak jujuran. Dan sebagian pelaku-pelaku pendidikan pura-pura tidak tahu, dan bahkan membiarkan ketidakjujuran berlangsung sambil berkata, yang penting aku khan tidak melakukan, anak-anak mendapatkannya bukan dari sekolah ….Begitu juga sebagian orang tua, membiarkan hal tersebut terjadi, pura-pura tidak tahu. Takut anaknya tidak lulus, sementara yang lain bisa menjawab ujian dengan mudah.
Ketidak jujuran telah direduksi dan disamarkan secara sistematis.
Jika seorang anak SD, SMP, SMA, menganggap melakukan hal tidak baik tersebut sesuatu yang wajar saat ini, waduh-waduh, apa yang terjadi 10 tahun mendatang.
Saya yakin bahwa ujian dengan distandardkan, memiliki tujuan yang baik, namun jika pada pelaksanaannya malahan menimbulkan keinginan, kondisi, dan tindakan-tindakan yang tidak baik, bahkan kontra produktif secara mental dan etika, perlu ditinjau ulang untuk memberikan dasar yang baik kepada para anak didik.
Nilai ujian menjadi sesuatu yang mengerikan, anak menjadi takut tidak lulus, orang tua takut anaknya tidak lulus, ibu-bapak guru takut anak didiknya tidak lulus, kepala sekolah, takut siswanya tidak lulus, pengurus yayasan takut ..dan seterusnya dan seterusnya…..Dan ketakutan-ketakutan tersebut mengalahkan ketakutannya pada Tuhan…
Namun, hal baik, sekecil apapun selalu ada berusaha tetap nyata. Ada sekolah yang dengan tegas mengingatkan terus menerus secara tegas pentingnya kejujuran. Lima belas menit sebelum ujian diisi dengan doa bersama, untuk memohon pertolongan Tuhan untuk tetap jujur.Guru yang baik, orang tua yang baik, pelaku-pelaku pendidikan yang baik, tetap akan selalu ada, menjadi lilin-lilin kecil, mempertahankan nyala.
Tersenyum lulus ujian dengan nilai baik adalah penting, namun yakin bahwa Tuhan tersenyum atas segala hal yang kita lakukan, adalah lebih penting. Selamat berjuang bagi semua orang yang berkehendak baik dan selalu berusaha melakukan yang baik, dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.