Views: 33
Hari Jum’at sore, 13 Desember 2013 seusai jam kantor, bergegas ke stasiun Gambir, naik kereta api Gajayana, tidur di kereta. Dan kebetulan hari itu si Gajayana agak terlambat, dimana biasanya masuk Yogya sekitar jam 02.30 dini hari, pagi itu si Gajayana baru masuk Yogya jam tiga lebih. Langsung naik ojek ke rumah. Tentunya nggak sempat lagi untuk tidur di rumah, karena sudah janjian sepedaan ke Solo jam setengah enam pagi berkumpul di salah satu toko oleh-oleh di dekat airport Yogya.
Rencana week end ini adalah memperingati dies natalis UGM ke 64, ikut memeriahkan ulang tahun UGM, universitas tercinta, dengan mengikuti kegiatan gowes, Audax 64Dies UGM. Sabtu pagi gowes dari Yogya ke Solo, dilanjutkan Sabtu sore gowes ke Taman Jurug untuk menjemput rombongan dari Surabaya memasuki Solo, Minggu pagi gowes Solo ke Yogya beserta seluruh rombongan, dan Minggu sore kembali ke stasiun Tugu, naik kereta api, tidur di atas kereta api untuk kembali ke Jakarta. Capek…..? nggak..biasa aja… 🙂
Minggu pagi bangun lebih awal dari biasanya, sebelum adzan subuh mengumandang sudah mulai bersiap-siap, dan jam empat lebih sedikit di luar kamar sudah terdengar suara-suara kesibukan teman-teman berseliweran. Saat keluar kamar, ternyata di meja tamu di depan kamar sudah tersedia sarapan dari panitia, pisang, roti pisang, serta teh dan botol-botol minuman air mineral siap untuk bekal gowes. Seperti biasa adat gowes ceria, selalu di awali dengan sesi foto-foto, terutama setelah pak Djoko Luknanto mulai beraksi untuk mengabadikan berbagai momen dengan penuh semangat dan menyenangkan.
Teman-teman Kagama Solo benar-benar menepati janjinya, sebelum jam lima pagi sudah siap sedia di hotel, dan kami semua berkumpul di pinggir jalan di depan hotel untuk memulai perjalanan. Diawali dengan briefing singkat dari panitia, dan doa bersama di pimpin salah satu teman dari Kagama Solo, perjalanan dari Solo ke Yogya dimulai pukul lima pagi, langsung menuju Prambanan, tempat penjemputan.
Dikawal oleh petugas dari PJR, dengan dua buah mobil patroli PJR, beberapa penyepeda langsung tancap pedal dengan kecepatan lebih dari 30 km/jam sampai sekitar Kartosuro, dan terus meningkatkan kecepatannya hingga sekitar 30-35 km/jam sampai dua puluh kilometer pertama di Delanggu. Lumayan, saya masih terus bisa mengikuti, nginthil di belakang rombongan pertama ini, selagi rombongan besar lainnya berada di belakang.
Namun, karena keraguan diri akan kekuatan diri sendiri, saya memilih tetap di laju genjotan sendiri, saat rombongan di depan terus menambah kecepatannya, dan dampaknya saya berada sekitar 300an meter di belakang rombongan pertama ini, dan semakin menjauh, hingga tidak mampu lagi melihat rombongan depan ketika hampir mencapai Klaten.
Sangat berbeda ketika bersepeda di jalan raya, tidak bersama rombongan besar. Bersepeda dalam kelompok besar apalagi di kawal PJR, jauh lebih ringan, dimana jalan sangat lapang, karena kendaraan lain memberikan jalur kosong, dan juga secara mental terasa jauh lebih ringan ketika dalam kelompok besar ini, dan yang paling nyata terasa adalah sangat minimnya terpaan angin dari depan karena perlindungan teman-teman yang di depan kita.
Dan saat sendirian melaju, sangat kencang terasa terpaan angin dari arah depan yang memerlukan tenaga ekstra untuk bisa terus bersepeda dengan cepat. Lewat Delanggu, masuk ke Klaten yang sedang menutup jalannya dari kendaraan bermotor untuk car free day…ramai banget di Klaten. Keluar dari Klaten, terlihat mas Herman yang tadi di rombongan depan sedang berjalan perlahan-lahan dan berhasil kulampaui, namun rombongan besar yang di depan belum terlihat juga, begitu juga rombongan besar di belakang, belum nampak juga…jadi ya masih tetap, terkatung, gantung di tengah dua rombongan besar.
Sekitar 10 km sebelum Prambanan, lokasi penjemputan rombongan, mas Agus mengejarku, dan menanyakan rombongan depan, aku jawab, sudah agak jauh mas…dari tadi sudah nggak kelihatan lagi…Dan Mas Agus menolongku dengan menjadi tameng anginku, dan aku gowes nempel ketat di belakang mas Agus dengan kecepatan yang lebih tinggi dibanding saat sendirian tadi, dan memang lebih ringan bersepeda seperti ini..istilahnya ..ditarik…..
Tiba-tiba terdengar bunyi sirine PJR di belakang, weh..hebat juga rombongan belakang bisa kenceng mengejar kami berdua, ok..ok…kami akan masuk rombongan besar yang di belakang. Ups….badhalah….persis di belakang mobil PJR yang meraung-raung, ketat menempel mas Fanny Gunawan dan beberapa teman yang tadi kukuntit sampai Delanggu…ternyata rombongan yang mengejar kami ini adalah rombongan besar yang tadi berada di depanku.
Saya lihat mas Fanny menengok kami berdua, mungkin dalam hati mas Fanny bertanya-tanya…Lho-lho-lho..siapa pula ini yang sudah berada di depan..Dan saya pun sangat terkejut, koq bisa-bisanya kami berada di depan rombongan pertama. Dan dengan sigap segera kutancap pedal sepeda mengikuti rombongan besar pertama ini, dan masuk Prambanan menemui para penjemput dari Yogya sebagai bagian dari rombongan yang pertama masuk.
Pertanyaan itu terjawab tuntas sesampai di Prambanan dan ngobrol-ngobrol, ternyata rombongan depan tadi, saat memasuki kota Klaten, memilih belok kiri melewati jalan bypass Klaten karena mobil PJR tidak bisa masuk ke kota Klaten karena sedang ada kegiatan car free day, dan di tambah lagi dengan istirahat beberapa saat. Sedangkan aku lanjut masuk menerobos ke kota Klaten, meskipun jalan sangat perlahan-lahan karena keramaian kota Klaten di pagi itu, dan berjalan terus tanpa istirahat….wal hasil saya bisa berada di depan rombongan besar……. bukan taktik Siput berlomba dengan sang Kancil, yang mengerahkan ribuan siput berjajar-jajar di sepanjang jalur perlombaan. Secara keseluruhan, beragamnya peserta Audax 64 UGM ini dari segi kekuatan dan kemampuan sama sekali tidak menghalangi kebersamaan, seia sekata untuk menyelesaikan Audax 64 UGM ini dengan baik dan penuh persahabatan. Masing-masing berlomba dengan diri sendiri untuk menyelesaikannya.