Views: 138
Bersepeda di tengah sawah yang hijau menghampar di saat pagi matahari belum beranjak. Kajauhan di sisi kanan, gunung Lawu tegak menatap dan disi kiri jelas tampak mengangkang dua gunung, Merapi yang masih lancip menunjukkan keaktifannya dan Merbabu yang sabar dan tenang menemani di sisi Merapi. Itulah suasana sesaat sejak berangkat meninggalkan Bayuanyar menuju ke Waduk Cengklik bersama mas Herman dan mas Budi Sartono pagi tadi, Sabtu, 22 Desember 2012
Rintik gerimis tipis menemani perjalanan kami pagi tadi. Sangat tipis, hampir tak berasa, dan menambah rasa sejuk pagi di Solo. Jalanan di persawahan dengan beberapa “spot”telah berganti fungsi sebagai perumahan, tempat tinggal warga, menjadi pemandangan yang dominan sepanjang lintasan gowes pagi ini ke arah waduk Cengklik. Jalan relatif datar dan nyaman. Kata mas Herman, jalur Cengklik sering disebut teman-teman gowes di Solo sebagai jalur “masuk angin”. Ceritanya, kalau ada goweser mau gowes, dan merasa kurang enak badan atau masuk angin…..ayo ke Weduk Cengklik aja……yang jalurnya nyaman dan ringan.
Melintas di sisi Utara landasan pacu bandara Adisumarmo, kemudian berlanjut ke ujung sisi Barat landasan, untuk masuk ke arah waduk Cengklik, satu tempat yang menjadi tujuan sepedaan pagi ini, yang dulu saat saya masih SMP di Solo, sering juga main ke sini, menjadi tempat tujuan wisata bersepeda, setelah sebelumnya nongkrong di sisi luar pagar bandara, menikmati pesawat naik atau turun, sambil berkhayal suatu saat bisa naik pesawat terbang yang luar biasa itu.
Parkir di depan warung mbak Endang Wadux, dengan menggantungkan sadel sepeda di bentangan bambu, mirip-mirip tambatan kuda di film koboi. Sabtu pagi, meski tidak seramai hari Minggu, terlihat beberapa komunitas sepedaan Solo berkunjung ke tempat ini. Ada satu kelompok bapak-bapak yang sudah lumayan sepuh, kemungkinan di atas usia 60 tahunan, dengan baju seragam lengan panjang warna hijau, berkelompok datang, dan nongkrong di tepi waduk sambil order ke mbak Endang.
Beberapa goweser perorangan juga berdatangan, dan mereka semua saling mengenal, saling bersalam-salam, dan akrab mengobrol di warung sambil menikmati teh jae panas nikmat, pisang rebus, tahu goreng, tempe goreng serta sarapan pagi bagi yang menginginkan. Sangat “Solo”, sangat kental suasanan kekeluargaan, saling ejek akrab, saling mengagumi sepeda teman, dan saling sapa akbrab di pagi hari segar berkeringat.
Solo memang sangat menyenangkan, dan semoga semakin menyebar virus bersepeda sehat untuk segala usia.
Terima kasih untuk mas Herman yang selalu rajin mengajak sepedaan di Solo, dan terima kasih juga untuk mas Budi Sartono yang meskipun baru kurang sehat, tetap bersedia menemani sepedaan di Solo.