Views: 80
Bapak dan ibuku, keduanya berprofesi sebagai guru. Menurut mereka, kehadiranku di dunia berlangsung di Solo di Rumah Sakit Brayat Minulyo. Tepatnya, aku dilahirkan pada tanggal satu Maret tahun seribu sembilan ratus enam puluh empat. Mereka memberi nama Pambuka Vita Adi. Pambuka, artinya pembuka, aku anak pertama. Vita, bermakna hidup. Sedangkan, Adi artinya baik. Jadi namaku merupakan doa dari bapak-ibuku, agar aku menjadi pembuka suatu kehidupan yang baik bagi keluarga besar mereka.
Banyak cerita yang aku dengar waktu masa kecilku. Tapi ya hanya cerita yang kudengar. Aku sendiri benar-benar tidak ingat. Entah benar entah tidak. Salah satu cerita masa kecil yang aku dengar dan yang aku ingat adalah kegemaranku makan sayur bayam. Istimewanya bahan baku bayam yang kusuka, atau tepatnya yang kumakan bukan bayam yang dibeli dari pasar atau diambil dari kebon. Tapi bayam yang katanya tumbuh di sepanjang rel kereta api di depan tempat tinggal kami di saat aku kecil.
Tidak ada kepastian alasan yang kuterima mengenai kebiasaanku makan bayam dari jalur rel kereta api itu. Apakah karena memang bayam yang tumbuh di sepanjang rel itu enak dimakan, atau memang karena bayam rel itu bagian dari program penghematan orang tuaku. Progam yang harus dipilih orang tuaku di masa awal kedatanganku di dunia ini. Yang jelas bayam itu membuatku sehat. Itu kisah yang kuterima.
Zoey, itu nama cucuku yagn saat ini berusia dua setengah tahun. Dan yang membuat aku terharu, Zoey suka makan bayam juga. Meskipun bukan bayam dari jalur kereta api. Aku merasa senang Zoey suka melahap bayam, karena hal itu membuat aku merasa menurunkan sesuatu yang unik ke diri Zoey. Yaitu kegemaran makan bayam. Semoga Zoey bisa lebih sehat dan bisa lebih berprestasi dibanding aku pemakan bayam di jalur kereta api.
Tidak banyak pengalaman masa kecil yang masih bisa kuingat saat ini. Mungkin karena faktor usia. Satu pengalaman masa kecil yang sampai saat ini masih kuingat adalah saat pertama aku masuk sekolah taman kanak-anak. Aku tidak tahu pasti mengapa pengalaman itu tetap nancep di kepalaku sampai hari ini.
Aku sangat ingat, aku masuk taman kanak-anak di TK Postel yang waktu berada di jalan Adi Sucipto. Hari ini bangunan TKku, yang waktu itu seperti bangunan garasi dari satu rumah dinas milik dinas Pos dan Telekomunikasi, sudah tidak ada lagi. Sudah berubah menjadi satu hotel keseluruhan lokasi itu. Meskipun bangunan fisik TK ku sudah tidak bisa kutemukan kembali di tempat aslinya, namun gambaran sekolah TKku saat itu dan pengalaman pertama kali masuk sekolah di TK itu masih kuat tergambar di kepalaku.
Berangkat sekolah aku diantar bapakku. Nah, ini aku yang lupa, naik sepeda tau naik sepeda motor yaaa. Yang aku ingat pasti, aku diantar bapakku. Dan di depan sekolah aku dikenalkan bapakku dengan salah seorang murid lain. Nah, ini yang aku juga lupa. Siapa nama teman pertamaku di TK itu. Lupa.
Pengalaman diantar ke sekolah pertama kali oleh bapakku itu ternyata tidak berhenti hanya sekali saat TK saja. Yang aku ingat adalah ketika aku pertama kali masuk SMP. Aku masih ingat pasti juga, aku dibonceng motor bapakku datang pagi-pagi ke SMP Bintang laut Surakarta di hari pertama masuk SMP. Dan kembali, aku dicarikan teman pertama oleh bapakku. Teman pertama waktu SMP ini masih kuingat sampai sekarang, Namanya Mulyanto. Masih sangat ingat, karena pertemanan kami tidak berhenti saat SMP saja, tapi terus berlanjut waktu SMA. Meskipun SMA kami berbeda, dan juga sampai hari ini, ketika kami masih aktif berkomunikasi melalui fasilitas Whatssapp.
Ada yang istimewa dari dua kejadian itu yang mengingatkanku, yaitu perhatian dan pengorbanan bapakku yang selalu ingin aku bisa bersekolah dengan baik. Dan pengalaman itu sekaligus membuat aku memilih untuk masuk ke SMA lain, bukan ke SMA di tempat bapakku mengajar, agar aku tidak terus di bawah pengawasan ketat dan langsung bapakku selama sekolah di SMA.
Menjadi anak-anak guru adalah satu anugerah. Aku dan ketiga adikku, dari kecil sudah sangat terbiasa belajar setiap malam. Hal ini seakan terjadi bergitu saja secara alami, bukan menjadi sesuatu yang harus dipaksa-paksa. Proses alami itu bisa terjadi, karena kebiasaan bapak ibuku yang menjadi guru, yang membuat mereka setiap malam duduk mengelilingi meja makan setelah makan malam selesai.
Hampir setiap malam, kecual malam minggu, sesudah makan malam selesai, ada satu rutinitas yang terjadi di rumahku di Solo waktu itu. Ibu akan membereskan meja makan dibantu anak-anaknya. Kemudian bapak dan ibu akan duduk di kursi di meja makan itu untuk melakukan tugas-tugasnya sebagai guru. Enah memeriksa hasil ujian atau mempersiapkan bahan pelajaran untuk besok pagi. Dan hal itu membuat kami empat orang anak-anaknya, secara rutini kut duduk juga di kursi-kursi mengelilingi meja makan itu untuk belajar. Entah mengerjakan PR atau melakukan hal-hal lain yang berhubungan dengan belajar. Hal ini yang membuat kami sangat terbiasa untuk belajar setiap malam.
Pengalaman bagus tersebut, ternyata tidak bisa kucopy paste di kehidupanku sendiri bersama anak-anakku. Aku berprofesi bukan sebagai guru, tapi sebagai karyawan swasta di bidang teknologi informasi. Tiap malam setelah selesai makan malam, hampir tidak pernah aku duduk di kursi di meja makan untuk melakukan pekerjaan. Kegiatanku setelah selesai makan malam, adalah nonton TV atau duduk di depan komputer. Aku sangat bersyukur, meskipun aku tidak melakukan hal baik seperti yang kedua orangtuaku lakukan, namun anak-anakku lebih rajin belajar dibandingkan aku waktu itu. Matur nuwun Gusti. Itu semua adalah anugerah indah darimu.
Hari-hari ini aku melanjutkan peziarahan hidupku setelah memilih untuk pensiun dini, dengan hidup bersama anak-anak dan cucuku di Yogya. Aku lebih banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil yang berguna bagi anak-anak dan cucuku, seperti mengantar anak-anak berangkat ke sekolah, menemani cucu bermain dan mengajari naik sepeda serta melakukan kegiatan bersepeda sendiri sebagai bagian dari usahaku agar hidup sehat. Fight to fit.
Satu perubahan yang menarik, dari kehidupanku sebelumnya sebagai seorang karyawan swasta yang sibuk melakukan hal-hal ini-itu yang berhubungan dengan pekerjaan, berubah menjadi seorang bapak dan simbah. Aku lebih banyak melakukan hal-hal kecil-kecil yang remeh temeh. Ternyata melakukan hal-hal kecil itu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan bagiku ketika tetap kulakukan dengan sepenuh hati dan cinta untuk memberikan kebahagiaan. Bukan hal kecil atau hal besar yang menjadi pembeda tetapi lebih ke cara melakukannya. Jika aku melakukanhal apapun dengan cinta yang besar sesuai dengan kehendakNya, hal itu akan membuat diriku bahagia. Semoga Tuhan memberikan kita semua rahmat dan kebahagiaan dalam melakukan peziarahan hidup ini.