Views: 65
Ada cerita klasik bagiku, yang beberapa tahun yang lalu sering kuceritakan ke teman-teman mahasiswa atau pelajar saat diskusi mengenai Tujuh Kebiasaan yang effektif. Ceritanya begini:
Pada suatu malam di dalam kereta api eksekutif jurusan Solo-Jakarta, saat kereta api berhenti di stasiun Purwokerto, sekitar pukul sepuluh malam, ketika para penumpang yang naik kereta api dari Solo dan Yogya sudah dalam tahap-tahap awal mulai tidur, naiklah seorang bapak dengan dua anaknya usia sekitar 5 dan 7 tahun.
Saat ketiga penumpang baru tersebut naik kereta api, sudah membuat beberapa penumpang di gerbong itu membuka mata dan melihat mereka, karena kedua anak tersebut bercanda satu sama lain dengan suara yang cukup besar volumenya.
Dan ketika ketiga penumpang baru ini sudah menempati tempat duduknya, dan kereta mulai berangkat, ternyata kehebohan kedua anak kecil di gerbong itu belum usai juga. Para penumpang lain yang tadinya sudah seperempat tidur untuk istirahat mulai resah. Bahkan tambah kesal, ketika ke dua anak itu mulai berlari-lari di sepanjang gerbong kereta ambil bercanda berteriak….dan ketika memperhatikan ayah kedua anak tersebut, terlihat bapak itu diam di tempat duduknya, bahkan berusaha tidur.
Pertanyaan: Jika anda berada di dalam gerbong kereta itu, dalam kondisi seperti itu, apa yang akan anda lakukan? Ini pertanyaan yang saya ajukan ke teman-teman peserta diskusi.
Jawaban dari peserta beragam:
- Saya akan datangi bapaknya, saya minta untuk segera bisa menenangkan anak-anaknya
- Saya akan langsung beritahu anak-anak itu untuk duduk tenang dan tidur
- Saya akan pelototi anak-anak itu agar takut dan duduk tenang
Action yang akan dilakukan teman-teman beragam, namun mirip-mirip. Berwarna “kesel”.
Itu jawaban-jawaban dulu waktu medsos belum begitu ngetrend. Kalau jawaban sekarang kemungkinan akan beda.
Mungkin akan ada yang menjawab, saya akan live video dan viralkan. Segera, pada saat itu juga. Gambar gerbong kereta yang penuh penumpang yang berselimut, sebagian dengan tutup kepala dan tutup muka. Muka yang ngantuk-ngantuk, diwarnai gambar dua anak kecil yang berlari-lari, dan berteriak-teriak, dan gambar ayahnya yang cuek merem-merem mulai akan tidur.
Plus tentunyaa ada tambahan kata-kata penjelasan….Guys, ini di gerbong kereta gua. Sebel banget….. lihat orang tua cuek, biarin anaknya lari-lari teriak-teriak selagi orang-orang mau tidur.
Dan dalam waktu yang singkat, akan thang-thung thang thung, muncul komentar-komentar seru:
Kalau gue di situ, udah gue gampar itu bapak..
Itu anak mbok ya di kasih tahu, biar duduk anteng. Nggak lihat sekeliling po, orang pada ngantuk-ngantuk mau tidur.
Ya ampun, itu bapak nggak makan sekolahan yaaa….malah cuek bebek gitu
Sebel lihatnya. Nggak sopan blas.
Dalam dunia maya sekarang, akan sangat cepat orang bereaksi ketika membaca atau melihat hal-hal yang kurang berkenan. Dan hal itu sudah umum terjadi juga di USA sejak beberapa tahun yang lalu, seperti yang ditulis oleh Sue Scheff dan Melissa Schorr dalam bukunya Shame Nation – The Global Epidemic of Online Hate.
#PlaneBrekup
Di buku SHAME NATION, ada dibahas mengenai tagar yang trending di tahun 2015 ketika ada seseorang yang melakukan live twetting setiap kata dari pembicaraan dua orang penumpang lain dengan dilengkapi bumbu-bumbu. Hal ini dilakukannya, ketika menunggu penerbangan yang tertunda. Ini beberapa cuplikan twitternya:
This guy on the plane just broke up w his girlfriend and she’s SOBBING.
Girl:: IT JUST SO MEAN. DO I DESERVE THIS? WHY ARE YOU BRINING THIS UP”
Guy:”You need to calm down”
Girl: “To me I just really though, you know, this was going to go somewhere”
**loud sobs**
**silent sobs, lots of sniffling**
This is the greatest plane delay I’ve ever had
Miris yaaa…mengirim pembicaraan pribadi orang lain, dan lebih-lebih pembicaraan di saat kondisi tidak baik, ke medsos. Dan bisa dibaca orang di seluruh dunia. Dari satu sisi, pihak pengirim bisa memberi peringatan ke kita semua agar menjaga diri di tempat umum. Jangan jemur pakaian kotormu di tempat yang terlihat orang lain. Banyak mata dan telinga di sekitar kita. Dan di sisi lain, kita juga harus menjga diri untuk tidak ikut campur urusan oranglain, apalagi menyebar-nyebarkan yang mempermalukan orang lain. Apalagi orang yang tidak kita kenal.
Namun, hal yang seperti itu yang menarik banyak orang. Si pengirim twitter itu, sudah ikut twitter sejak 2009 followernya sekitar 600. Ketika dia men-twit hal diatas, dan cuitannya di re-twit oleh banyak followernya, termasuk teman-temannya yang bekerja di satu medsos popular, followernya langsung meloncat. Ketika dia akan mematikan telponnya karena pesawat akan berangkat, followernya sudah menjadi 7000. Dan saat tengah malam dia sampai di apartemennya, followernya sudah melonjak menjadi 12,000 followers.
Luar biasa…banyak orang sangat berminat dengan hal-hal yang mempermalukan orang lain seperti itu.
Shame Nation
Memprihatinkan kecenderungan menyukai hal-hal yang menyangkut mempermalukan orang lain di medsos yang kita baca dari buku itu. Sebaiknya kita belajar dari pengalaman memalukan bangsa lain, agar tidak terjadi pada diri kita di sini. Di Indonesia tercinta ini. Namun, kenyataannya? Kita tidak mau belajar. Dan ujaran kebencian di media social online cenderung naik intensitasnya saat ini. Di Indonesa tercinta ini.
Sangat mudah orang mencaci orang lain, menjelekkan orang lain, mengkomentari orang lain. Bahkan orang yang tidak kita kenal. Kita bisa bermusuhan dengan orang yang tidak kita kenal. Sangat mudah orang mengeluarkan komentar yang bisa menyinggung persaaan orang lain.
Kata-kata yang lucu untuk suatu dagelan setempat, dagelan domestic, antar teman, bisa menjadi sesuatu yang sangat menyinggung perasaan orang lain saat disampaikan terbuka di medsos. Yang isa dibaca orang lain yang tidak memahami kelucuan lokal dari dagelan itu. Yang menyinggung perasaan orang yang merasa termasuk dalam materi yang ditertawakan, yang diremehkan itu.
Memang medos, Internet, hanya media. Namun media yang sangat terbuka. Tidak tertutup dalam ruang lingkup ruang yang bisa dibatasi. Sangat luas dan tidak berbatas, yang berisi banyak orang dari berbagai latar belakang, dengan cara pandang yang heterogen.
Kembali ke tulisan di awal. Jika selanjutnya, informasi saya tambah lebih lengkap, bahwa sebenarnya, bapak dan dua anak tadi adalah satu keluarga dari Jakarta, yang baru saja memakamkan ibu dari ke dua anak itu di daerah Purwokerto, dan sekarang mereka akan kembali ke Jakarta.
Nah, ketika tahu itu kondisinya, apa yang akan teman-teman lakukan?
Selamat ber medsos dengan bijaksana. Meninggalkan jejak digital yang bermanfaaat.