Views: 79
Baru saja selesai mandi, dan jam masih menunjukkan pukul 03:30. Bel berbunyi, ternyata dr. Har, mas Joksum dan mas Topo sudah sampai rumah. Lebih pagi dari janjian sebelumnya untuk berkumpul jam 04:00. Kami bersepuluh bersama sepuluh sepeda dengan dua mobil menerobos gelap dinginnya pagi Yogya, meninggalkan Jombor menuju Temanggung. Mampir di masjid di tepi jalan sebelum masuk Magelang untuk sholat subuh, kami tiba di Pikatan Water Park Temanggung sekitar pukul 05:30.
Mempersiapkan diri sebentar, dengan menurunkan sepeda, serta merangkai beberapa sepeda yang dilepas rodanya selama perjalanan. Diawali dengan doa mohon keselamatan dalam perlindunganNya, kami berangkat meninggalkan Pikatan jam enam pagi. Kami sepakat untuk malakukan perjalanan melalui rute yang disarankan mas Adi Pramono.
Pemanasan
Hawa pagi itu sangat dingin. Saya lihat di amazfit pace, kami ternyata sudah berada di ketinggian 600m. Mas Topo tahu jalan sampai ke Kandangan, jadi di etappe ini mas Topo kami angkat menjadi RC. Dan ternyata memang terbuki, mas Topo sangat mengenal jalan dari Pikatan, menuju Kranggan, dan sampai di Kecamatan Kaloran. Kami tidak sampai ke ibu kota Kecamatan Kaloran, tapi belok kirim menuju Kecamagan Kandangan di satu simpang jalan. Perjalanan ini melalui jalan yang sepi, dingin dan naik turun. Nyaman menyenangkan dilalui di pagi yang segar ini. Agak surprise, kami tidak menemui satupun goweser di jalur yang indah dan nikmat ini. Dan memang sampai akhir perjalanan, kami tidak menemui satupun goweser. Sangat berbeda dengan situasi di Yogya, yang hampir selalu bertemu dengan goweser lain menikmati perjalanan.
Dua buah gunung yang gagah, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing selalu setia menemani di sisi kiri perjalanan kami.
Perjalanan naik turun, dengan elevation gain yang lumayan, namun elevation di sepanjang perjalanan tidak meningkat sebanding dengan elevation gainnya. Artinya memang perjalanan kami diwarnai naik turun, bukan naik terus. Setelah mampir minum teh dan makan tempe goreng, sebentar disimpang jalan menuju ke Kecamatan Kandangan. Kembali perjalanan diwarnai naik turun, namun sedikit demi sedikit elevasi terus meningkat. Perjalanan melalui Kecamatan Kandangan, Kecamatan Jumo dan tibalah kami di Muntung di elevasi 840m, di tepi jalan raya Parakan-Waleri.Total perjalanan 35km dari lokasi kami memulai sampai di Muntung ini. Di pertigaan jalan ini, sekitar jam delapan pagi lebih sedikit, kami belok ke kiri.
Berdasar petunjuk mas Adi Pramono, di simpang jalan ini kami bertanya arah ke desa Gembyang. Seperti biasa, saudara-saudara kami di sepanjang perjalanan,selalu murah hati memberikan informasi yang kami perlukan. Jalan menuju desa Gambyang sangat dekat dengan simpang jalan Muntung itu, dimana setelah belok kiri saat masuk jalan raya, jalan ke desa Gambyang berupa satu jalan yang lebih kecil ke arah kanan dari jalan raya menuju Parakan.
Kami memutuskan untuk sarapan di salah satu warung di tepi jalan sebelum masuk ke simpang jalan ke arah Desa Gembyang. Beruntung saat menikmati sarapan, datang mas Adi Pramono dan mas Bimo, dan mas Bimo terus menemani gowes.
Jumprit
Dan perjalanan selanjutnya mulai dari mulut jalan di pinggir jalan raya Waleri-Parakan, menuju desa Gembyang, kemudian Desa Cepogo sampai di belokan jalan menuju WaPitt. Perjalanan yang hanya berjarak sekitar 7km, memiliki beda elevasi hampir 500m mulai dari elevasi +840m sampai elevasi +1326m. Sekitar satu setengah jam kami menapaki jalan menapaki jalan menanjak sekitar 7 km ini. Jalan yang terus mendaki ini dihiasi kebun-kebun Tembakau dengan gunung Sindoro di latar belakangnya.
Sampai dipuncak bukit yang hijau dengan tanaman-tanaman pinus yang tinggi, kami belok kiri, berhenti di tempat wisata “WaPitt”, kemudian Jumprit Jumprit adalah nama tempat yang merupakan sebuah sumber mata air di Kecamatan Ngadirejo. Setiap tahunnya, air Jumprit digunakan untuk upacara Waisak yang dilaksanakan di Candi Borobudur. Tak hanya itu, pemeluk agama Buddha dari berbagai tempat dan negara datang ke Jumprit untuk mengambil air . Sumber air ini diyakini pernah menjadi tempat semedi Ki Jumprit, putera Prabu Brawijaya hingga akhir hayatnya. Bersama dengan seekor monyet yang bernama Ki Dipo, ia memutuskan meninggalkan keraton dan bertapa di tempat ini.
Mas Heru, mas Wiwie dan mas Kus Edi pernah ke Jumprit melalui jalur kebalikan dari jalur yang kami tempuh ini. Mereka berangkat dari Yogya, menuju Temanggung, Parakan dan arah Ngadirejo, lalu belok kirim menuju Jumprit. Menurut saya jalur ini lebih berat, karena mulai dari Temanggung, Parakan, sampai simpang jalan menuju Jumprit jalan terus naik dan melalui jalan raya yang ramai dengan lalu lintas. Jalan yang kami lalui sebaliknya lebih nyaman, karena selepas Temanggung, menuju Kandangan, dan Muntung (simpang jalan Waleri-Parakan), kami melalui jalan pedesaan yang lebih ramah lalu lintas, dengan jalan yang mulus juga dan pemandangan yang indah.
Perjalanan Pulang
Perjalanan dari Jumprit sampai Temanggung yang berjarak sekitar 25km melalui Desa Ngliyangan kami lalui dengan sangat nyaman, karna jalan yang terus menurun. Segmen pertama sampai simpang jalan raya Waleri-Parakan menurun tajam, kemudian terus menurun landai sampai Parakan dan masuk ke kota Temanggung, dan kembli ke tempat mobil kami di parkir di Pikatan Water Park.
Acara terakhir di Temanggung sebelum kembali ke Yogya adalah mandi di grojokan yang berasal dari sumber air di luar Pikatan Water Park. Segeeer.
Terima kasih teman-teman semua: dr. Har, mas Topo, mas Joksum, mas Anas, mas Heru, mas Wiwie, bang Yos, mas Sapto, mas Kus Eddy, mas Adi Pramono dan mas Bimo dengan foto-fotonya seabreg..yang saya pasang di sini juga.