Views: 388
Awalnya rasa gatal-gatal di punggung, kemudian perut, leher bagian belakang, termasuk di belakang telinga, wajah dan tangan. Berlanjut muncul bentol-bentol kecil di tangan dan kaki, dan selanjutnya bentol-bentol besar di hampir sekujur tangan, kaki, punggung serta perut, dan ada satu bentol besar di dahi kanan. Itu saya alami saat bersepeda kemarin.
Seingat saya ini kejadian ketiga. Hanya satu kejadian yang kuingat asal penyebabnya, yaitu saat sepedaan sendiri ke arah Pakem, di persawahan saat hari masih agak gelap, sehingga belum memakai kaca mata, terasa ada hewan terbang dan sempat mampir ke mata. Nah, tidak lama kemudian muncul gatal dan bentol itu. Pengatasannya waktu itu cepat ke RS Panti Nugroho dan diberi obat, langsung hilang gatal dan bentolnya
Kejadian kedua saat gowes Malang-Yogya, di ettape ke dua Nganjuk-Solo, sekitar satu jam perjalanan dari Nganjuk di kawasan hutan, tiba-tiba muncul bentol dan gatal itu. Pengatasannya minum obat yang kebetulan ada teman yang membawa obat anti alergi. Langsung hilang gatal dan bentolnya dan lanjut gowes sampai Solo.
Nah, kejadian ketiga kemarin, Sabtu, 31 Maret 2018 saat gowes menuju ke Klangon. Kira-kira di KM 20, terasa agak gatal di punggung, awalnya saya abaikan saja, saya kira gatal biasa. Lama-lama koq semakin gatal dan menyebar ke sekitar leher, telinga, wajah, tangan dan kaki, dan mulai timbul bintik-bintik kecil di siku bagian dalam. Saya masih lanjut gowes, sampai akhirnya di sekitar KM 27 ketika bintik-bintik di tangan semakin banyak, meskipun kecil-kecil, saya ijin balik duluan. Saya fikir ringan, jalannya turun. Saat itu di elevasi sektar 310m.
Nah, saya balik kanan, turun sendirian. Kira-kira 3km perjalanan turun, saya berhenti sebentar telpon Mita, mau diskusi sebentar tentang kegatalan ini. Lhah, dan anehnya saat berhenti telpon, bentol-bentol di kanan berubah menjadi bentol-bentol besar-besar, bukan kecil-kecil seperti bentolan keringat buntet sebelumnya. Dan akhirnya saya bilang ke Mita untuk memilih menuju ke RS Panti Rini yang jauh lebih dekat dibanding langsung pulang ke rumah.
Jalan menuju rumah sakit terus menurun, namun ada keanehan saya perhatikan dari detak jantung yang termonitor di Amizfit Pace saya, detak jantung konsisten naik terus. Saya terus berusaha maintain detak jantung dibawah 150, dengan istirahat nggenjot ketika mendekati angka tersebut, terus jalan.
Namun di suatu jalan yang agak datar, dan saya mengayuh sepeda, tiba-tiba detak jantung melonjak ke 150, 155, 160, padahal saya sama sekali tidak merasa kecapaian atau terengah-engah.. wah..wah..wah…saya langsung berhenti, dan kebetulan ada satu teras rumah di tepi jalan yang nyaman untuk leyeh-leyeh…dan uniknya, detak jantung terus naik, seingat saya sampai 165, terus langsung putus..blank..jebret…, keluar pesan yang kira-kira bunyinya detak jantung terlalu tinggi. Amizfit Pace langsung blank di monitor detak jantungnya…weleh-weleh….Aneh iki.
Perhatikan grafik detak jantung warna merah yang mulai KM30 terlihat menanjak terus sampai 160, padahal jalanan menurun, praktis saya tidak mengayuh sepeda. Ada satu keanehan dan mungkin sangat berbahaya, karena saya tidak merasa capek atau terengah-engah, namun ternyata detak jantung saya tinggi. Kalau grafik detak jantung bagian kanan tidak usah diperhatikan, karena itu kejadian saat mbonceng motor dan lupa mematikan Amizit Pacenya 🙂
Dan sungguh beruntung, pas banget datang seorang lekaki naik motor, mungkin mau bertamu. Saya langsung bilang, mas Antar saya ke Panti Rini yaaa..ini badan saya gatal-gatal. Dan sungguh baik, tanpa banyak bertanya, langsung dijawab, monggo mas, saya antar. Sepedanya taruh sini saja, sambil bilang ke ibu yang pas juga ada di samping rumah,untuk titip sepeda.
Singkat cerita sampai Panti Rini. Nampaknya Mita sudah telpon ke teman-temannya di RS, sehingga begitu saya datang langsung banyak yang sudah tahu, langsung diperiksa dr. Vera teman Mita, disuntik di tangan oleh mas perawat yang ramah, yang menjelaskan detail obat yang disuntikkan, termasuk reaksi langsung yang akan dirasa.
Dan, langsung hilang gatalnya, dan berangsur-angsur bentol-bentolnya hilang. Detak jantung dan tensi normal semua
Sekitar jam 08:30 dijemput Noery dan Chela, langsung call ke mas yang tadi menolong ngantar ke RS,setalah tadi di perjalanan saya minta nomor HPnya. Mas Sugiyanto nama mas yang baik hati, memberi alamat rumahnya dan ancar-ancarnya. Sepeda saya ternyata sudah dibawanya pulang ke rumahnya. Dan lebih hebat lagi, mas Sugiyanto rela menunggu di jalan raya, jalan masuk desanya, agar saya mudah menemuinya.
Sangat beruntung saya. Secara acak dan tak terduga menerima pertolongan dari orang-orang yang sebelumnya tidak saya kenal, bahkan membayangkan ada mas Sugiyanto saja nggak ado…Tuhan hadir lewat tangan-tangan yang tak terduga. Semoga saya juga mampu menjadi tangannya untuk menghadirkanNya ke siapapun yang membutuhkan.
Pelajaran yang berharga dari kejadian ini:
- Begin with the End in Mind: Saat akan melakukan satu perjalanan, perlu tahu gambaran rute yang akan dilewati, termasuk ujung tujuannya, terutama jarak tempuh, ketinggian dan perkiraan waktu. Seperti perjalanan kali ini yang rencananya menjadi pengalaman pertama saya ke Klangon, saya lebih dahuliu mencari infonya dar strava mbak Noer yang sebelumnya baru ke Klangon. Saya lihat jaraknya sekitar 40 km dan ketinggian sekitar 1100m. Nah, saat saya memutuskan putar balik di KM27 di ketinggian sekitar 310m, salah satu pertimbangan saya adalah jarak yang masih sekitar 13km, dengan ketinggian masih 800m, tentu manjat…ya balik saja
- Alat bantu monitor detak jantung. Bagi saya, alat ini sangat penting untuk mengetahui kondisi saya, dari satu parameter detak jantung. Saat kejadian di jalan turun, kondisi saya secara fisik rasa-rasanya fine-fine saja, baik-baik saja tidak terangah-engah, ternyata dari alat ukur saya, detak jantung sudah meloncak ke angka yang berbahaya bagi orang seusia saya.
- Terapkan SSWA Self Stop Work Authority secara bebas. Putuskan sendiri ketika kondisi-kondisi unik terjadi, seperti yang saya alami, saya memilih untuk balik kanan, meskipun pingin banget sampai Klangon dan kondisi badan rasanya baik-baik saja, meskipun ada rasa gatal-gatal dan bentol-bentol,yang saat itu sebenarnya ringan-ringan saja.
- Tuhan selalu memberikan yang terbaik kepada kita tanpa kita duga lewat orang-orang yang tak terduga. Semoga kitapun bisa menjadi orang baik yang tak terduga bagi orang lain.
Pengalaman menarik, yang bagi saya masih perlu penjelasan tentang gatal bentol dan pengaruh ke detak jantung ini, agar saya bisa lebih paham apa yang harus saya siapkan, misalnya harus bawa obat alergi atau apa, dan apa reaksi yang perlu saya lakukan jika terjadi lagi. Kita tanya-tanyakan dulu ke ahlinya, nanti kalau sudah ada penjelasannya, saya update lagi di sini.