Views: 80
Bersepeda di tanggal satu Suro ke Suroloyo di Kulon Progo mejadi satu pengalaman unik. Dan bagi saya menjadi pengalaman pertama menaiki Suroloyo, setelah sebelumnya hanya mendengar namanya, dan cerita-cerita dari teman yang sudah pernah mengunjungi tempat ini dengan sepeda.
Dan memang tidak jauh berbeda dari yang saya bayangkan dari kisah teman-teman yang pernah bersepeda ke tempat ini. Perjalanan yang sangat menantang, dan bagi saya perlu banyak istirahat dan kadang menuntun di sepanjang perjalanan.
Perjalanan menuju Suroloyo
Awal dari perjalanan ini dimulai dari sekitar seminggu sebelumnya membaca ajakan mas Kusuma Ndaru untuk gowes ke Suroloyo di satu Suro, dan ditanggapi banyak teman.
Kamis, 21 September 2017 jam 05:30 pagi sesuai janjian, kami berkumpul di Mc Donald Jombor, berdelapan, mas Anas, dr. Har, mas Wiwi, mas Heru, mas Sapto, mas John, mas Basuki dan saya, memulai perjalanan, dan mampir dulu di Nasmoco Mlati yang kebetulan mengadakan event yang sama juga, gowes ke Suroloyo. Rombongan Nasmoco sekitar 25 orang.
Perjalanan diawali melalui jalur kesukaanku, jalur Kebon Agung-Sayegan-Ndekso, yang pagi itu sangat nyaman, idum hawane dan sepi dalene. Jarak sekitar 20 km kami tempuh santai bersama-sama berdelapan dalam waktu satu jam, dengan pitstop kami di Tomira (Toko Milik Rakyat) Ndekso.
Etappe berikutnya adalah Ndekso-Samigaluh yang berjarak sekitar 10 km. Nah, menuju Samigaluh ini, rombongan sudah mulai berpisah-pisah sesuai kenyaman masing-masing. Saya yang dari dulu masuk dalam kelompok nggremet, mencapai Samigaluh sekitar 1.5 jam. Santai sambil melihat kiri-kanan pemandangan di pagi hari.
Kembali etappe ini kami akhiri di Pitstop yang selalu kami gunakan setiap gowes ke Samigaluh, di Tomira Samigaluh. Jajan ice cream dan ngisi botol air minum untuk bekal perjalanan.
Etappe terakhir Samigaluh-Suroloyo yang berjarak 9km, dengan ritme kenyamanan kami bersepeda kami tempuh dalam waktu hampir 2 jam. Kata teman kami yang sampai duluan, selisih waktu kami tiba kami dibanding teman terdepan, lebih dari 1 jam….hehehehhe…ora popo..aku bangga bisa mencapai Suroloyo dengan waktuku sendiri. Indahnya bersepeda. Semua senang dan bangga dengan capaiannya masing-masing. Kesuksesan satu teman tidak mengurangi hak maupun jatah teman lain untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan dalam bersepeda tersedia melimpah, tidak terbatas dan tidak perlu rebutan.
Selepas dari Tomira Samigaluh, perjalanan lurus sedikit ke arah Kebon Teh Nglinggo, dan langsung belok kanan, dengan petunjuk arah yang sangat jelas. Target awal bayangan kami, jarak 9 km ini akan naik terus, dan bisa kami capai dalam waktu 1.5 jam.
Sekitar 1.5 km pertama, ternyata jalannya lebih banyak menurunnya. Antara senang dan was-was geli kami jalani jalur ini. Senang karena ekspektasi awal akan terus nanjak dengan elevasi yang lebih tinggi, tapi ternyata turun….khan nyaman. Namun was-was geli juga, karena paham bener, tujuan kami di Suroloyo memiliki elevasi yang lebih tinggi dari pada Samigaluh, lha nek sakiki mudhun dalene, pasti naiknya nanti akan lebih aduhai.
Dan benar saja, ketika lepas dari satu setengah kilo meter pertama yang turun itu, jalanan terus menerus naik, naik dan naik. Dan naiknyapun nggak ketulungan tajamnya, bahkan dari data strava saya lihat ada yang sampai 42%. Sampai ndangak untuk melihat ujung tanjakan.
“Not fair”, kata mas Jonset, ketika habis melalap 3 tanjakan tajam, dan dibalik tikungan ternyata masih menunggu tanjakan lain yang lebih tajam. Rombongan kecil kami terus thimik-thimik mendaki. Beberapa kali saya perhatikan spedometer sepeda saya menunjuk angka 0.0 km/jam agak lama, meskipun saya masih berada di atas sadel dan terus nggenjot. Saking pelannya, sehingga spedo meter saya tidak bisa mendeteksi gerakan saya. Ora popo, sing penting terus naik.
Beberapa kali kami mendahului dan didahului oleh penggowes lain, dan ada pula satu pickup penuh dengan sepeda yang di loading, yang membuat saya semakin semangat untuk terus maju dan naik untuk bisa terus menikmati tanjakan Suroloyo ini, meskipun rasanya koq ya nggak habis-habis tanjakan ini 🙂
Karena hari itu satu suro, satu hal yang sedikit mengganggu perjalanan kami adalah agak ramainya pengguna sepeda motor dan beberapa mobil yang akan menuju Suroloyo untuk mengikuti kirab perayaan satu suro di Suroloyo, yang ekornya masih sempat kami nikmati ketika saya tiba di Suroloyo.
Di Suroloyo
Puncak Suroloyo yang berada di dusun Keceme, desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh, kabupaten Kulon Progo adalah salah satu bukit tertinggi di deretan Perbukitan Menoreh. Dari ketinggian Suroloyo, saat cuaca cerah, kita tidak hanya bisa memandangi keindahan perbukitan Menoreh saja, kita juga akan disuguhi pemandangan wilayah Jogja, serta Magelang lengkap dengan Candi Borobudurnya, serta pemandangan 5 gunung di Jawa Tengah yakni Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing dan Ungaran.
Selain keindahan alamnya yang berbukit-bukit, Suroloyo juga menjadi tempat dilangsungkannya beberapa upacara adat, seperti Jamasan Pusaka Tombak Kyai Manggolo Murti dan Songsong Manggolo Dewo yang bertempat di Sendang Kawidodaren, 300 meter dari puncak. Dan pas bener, saat kami Gowes siji Suro kemarin, kami menikmati juga sedikit acara ini.
Setiba kami di Suroloyo, suasananya sangat ramai, dan pas pula arak-arakan, kirab acara adat sedang berlangsung. Kami langsung parkir sepeda di kedai Kopi Suroloyo Robusta, dan foto-foto di patung-patung yang bagi saya menjadi salah satu tujuan saya gowes ke Suroloyo ini, yaitu untuk berfoto di tempat patung-patung ini, bersama banyak teman dari berbagai daerah. Ada teman dari Wates, Yogya, Borobudur, Temanggung dan lain-lain, termasuk ketemu mas Ndaru dan beberapa friend di facebook yang belum pernah ketemu sebelumnya.
Kami beristirahat agak lama di kedai kopi menikmati kopi susu dan makan mie rebus telur. Uenak.
Perjalanan kembali ke Yogya
Jalan kami kembali ke Yogya tidak sepenuhnya melalui rute keberangkatan kami lewat Samigaluh, tapi kami turun melalui embung Banjaroya yang berada di atas tempat ziarah Sendang Sono.
Dari Suroloyo kami jalan balik melalui jalur keberangkatan kami sekitar 2.5 km, kemudian melalui jalur lain menuju ke embung Banjaroya, yang ternyata turunannya tidak kalah hebohnya dengan jalan kami berangkat lewat Samigaluh.
Jalan turun yang ngeri-ngeri sedap kami lalui dengan kecepatan yang relatif pelan. Saya terus melakukan pengereman sepanjang turunan, sampai tangan rasanya pegal, dan saya sempatkan berhenti sebenar, mengistirahatkan tangan yang terus menerus melakukan pekerjaan cukup berat dalam melakukan pengereman. Dan pas di turunan setelah istirahat ini, saya koq ngeri untuk menaiki sepeda, jadi ya nuntun di turunan tajam. Lucu juga, waktu naik, nanjak beberapa kali nuntun, ini waktu jalan turun koq ya masih ada kejadian nuntun juga. Yo ben…
Perjalanan terus berlanjut melewati embing Banjaroya, jalan Nanggulan-Borobudur, dan menyusuri Selokan Mataram menuju Sayegan, Kebon Agung dan kembali ke Nandan rumah tercinta dengan selamat.
Terima kasih teman-teman…Matur nuwun Gusti.