Skip to content

Gria Gowes Homestay

Homestay di Yogyakarta

  • Home
  • Blog
    • Homestay
    • Leluhur
      • Wonodikromo
      • Setromenggolo
    • Rute Gowes
    • Soft skill
  • Home Addicts
  • Youtube
  • Contact Us
  • About Us
  • Buy Adspace
  • Hide Ads for Premium Members
  • Toggle search form
Nandan Berabu

Yogyakarta di Sabtu Pagi 15 Feb 2014

Posted on February 17, 2014October 4, 2016 By No Comments on Yogyakarta di Sabtu Pagi 15 Feb 2014

Views: 56

Ketika mendapat kabar dari Yogya hari Jum’at pagi, tentang hujan abu dampak dari meletusnya gunung Kelud, aku masih membayangkan ya….debu-debu dikitlah. Pasti lebih “ringan” dibanding saat erupsi Merapi tahun 2010 yang lalu, mengingat jarak gunung Kelud ke Yogya yang lebih dari 200 km,dibanding dengan jarak Merapi ke Yogya yang kurang dari 50 km.

Saat tiba di Yogya Sabtu dini hari di stasiun Tugu, aku melihat hal yang berbeda dengan yang kubayangkan. Halaman pelataran luar stasiun Tugu, tebal terlapisi debu yang seperti tumpukan tanah liat lembut dan padat. Di beberapa titik yang tergenang air, debu menjadi becek.

Nandan Berabu
Nandan Berabu

Aku berjalan di lapangan parkir untuk mencari taxi, dan surprise….taxi sangat terbatas jumlahnya, dibanding biasanya, hingga akhirnya aku memilih naik ojek dibanding lebih lama lagi menunggu tersedianya taxi saat aku menunggu di ujung jalan Mangkubumi, di seberang palang pintu kereta api yang membatasi jalan Malioboro dan Jalan Mangkubumi.

Debu dasyat berterbangan saat mobil-mobil melintas di jalan lokasi parkir stasiun Tugu. Meski laju mobil tidak begitu cepat, namun cukup tenaga untuk mengabul-abul debu lembut ke sekitarnya, dan memutihkan udara.

Ojekku melintas di jalur lambat jalan Mangkubumi ke arah Tugu. Jalan Mangkubumi yang biasanya masih rame dengan para penjual dan pembelinya, serta orang-orang yang lalu lalang, pagi itu sangat sepi. Orang lebih memilih berlindung di rumah. Namun, tidak begitu dengan Tugu…Tugu tetap Tugu menjadi piihan pengunjung untuk berfoto.

Pagi itu Tugu dan sekitarnya sudah bersih, basah oleh semprotan air yang mencuci abu di Tugu dan areal sekitarnya. Hebat Pemda Yogyakarta, dengan cepat memprioritaskan pembersihan tempat-tempat penting, dan sigap menetapkan kondisi Tanggap Darurat selama seminggu untuk mengkoordinir pembersihan. Tugu tetap hidup pagi itu, kulihat beberapa orang nongkrong di seputar Tugu, dan berfoto. Masih ada pengunjung, meski tidak sebanyak biasanya.

Sepanjang AM Sangaji relatif lebih sepi dari biasanya, namun sudah terlihat mbok-mbok penjual di tepi jalan, di seberang gereja Jetis….sangat tangguh ibu tua, yang entah jualan apa aku tidak begitu jelas, seakan tidak mempedulikan hujan abu Kelud. Tetap hadir, business as usual.

Jalan aspal yang nggeger sapi, dengan traffic mobil yang melaluinya, mampu meminggirkan debu abu di jalan aspal di tepi kiri dan kanan, dan sedikit yang tersisa di tengah-tengah jalan. Jalan relatif bersih di tempat mobil melaju, dan menumpuk tebal di pinggirnya, dan membuat ojekku memilih berjalan agak ke tengah jalan untuk menghindari tumpukan abu.

Berbeda kondisinya,  saat masuk jalan Kembang, ke arah perumahan. Debu Abu merata di seluruh badan jalan, menutupi jalan dengan dominan warna putih sepanjang jalan hingga ke rumah. Dan teras rumah kami, nampak kotor berdebu.

Saat hari mulai terang dan lalu lintas tambah rame, nampaklah debu abu ramai berterbangan menyelimuti langit, dan kemudian jatuh dimanapun di saatnya,  mengotori setiap permukaan yang di hinggapinya. Pengurus Paguyuban tempat tinggal kami mengeluarkan surat edaran yang sangat bagus, sederhana dan tepat guna memberikan tata cara pembersihan debu abu, dengan mengumpulkan di kantong, untuk kemudian akan diangkat, dibuang oleh tenaga yang disediakan oleh pengurus paguyuban.

Gotong Royong
Gotong Royong

Memang debu abu yang menumpuk di jalanan, termasuk di depan dan samping rumah kami, perlu dibersihkan. Tidak mungkin ditunggu pergi sendiri, atau disiram-siram agar tidak berdebu. Dan berbahayanya kalau semua orang menyingkirkan debu abu masuk ke selokan di pinggir jalan, yang berpotensi menimbulkan masalah baru, yaitu menyumbat saluran pembuang air, dan berpotensi menimbulkan banjir.

Yang paling tepat adalah memang mengumpulkan debu abu ke dalam kantong, dan membuang ke tempat yang aman. Kalau kami kebetulan ada pot-pot yang masih kosong yang memerlukan tanah, sebagian kami kumpulkan sendiri ke dalam pot-pot tersebut….eh…debu abu ini bisa menjadi tanah yang subur apa enggak sih? Moga-moga aja bisa.

Yang ditunggu-tunggu saat ini adalah hujan…hujan air untuk membersihkan udara, daun-daun pepohonan, atap rumah dan jalanan dari debu abu, agar udara kembali bersih seperti semula.

Blog, Lingkungan Tags:abu gunung kelud, nandan

Post navigation

Previous Post: Gampang untuk Rutin Olah Raga
Next Post: Dasyatnya Abu Gunung Kelud…Lebih Dasyat Lagi Semangat Yogya dalam Mensikapi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.




Gria Gowes Map

Blog Traffic

Pages

Pages|Hits |Unique

  • Last 24 hours: 0
  • Last 7 days: 0
  • Last 30 days: 0
  • Online now: 0
garcinia cambogia effets secondaires

Recent Posts

  • Membayar Tagihan BPJS
  • Memindahkan Makam Bapak dan Ibu
  • Ziarah Yubileum Lingkungan St Cecilia Nandan
  • Gowes Mataram di Yogyakarta

Copyright © 2025 Gria Gowes Homestay.

Powered by PressBook WordPress theme