Views: 83
Gowes 100 km, mau? Gowes sekitar 7-8 jam dari Minas ke Duri, mau? Begitulah pertanyaan-pernyaaan pada diri sendiri saat pertama kali membaca pengumuman dari Dubic tentang Charity ride 2012. Dan tidak begitu lama, saya sendiri memutuskan, saya ingin ikut serta dan saya ingin banyak teman yang ikut serta juga.
Apa itu Dubic Charity Ride?
Setiap tahun, Duri Bicycle Club (Dubic), sejak tahun 2007 menyelenggarakan kegiatan bersepeda untuk amal yang menempuh jarak sekitar 100 km antara Duri dan Minas. Di tahun 2007 dan 2009 menempuh rute Duri-Minas, dan di tahun-tahun yang lain, termasuk tahun 2012 ini menempuh rute kebalikannya dari Minas ke Duri. Memang kalau melihat kondisi sepanjang rute yang dilalui, rute Minas-Duri lebih ringan, karena tapahan-tahapan akhir menuju Duri, medannya relatif lebih ringan dibanding tahapan-tahapan akhir jika menuju Minas, dimana topologinya lebih berbukit-bukit.
Kegiatan ini memberi kesempatan kepada para rider untuk bisa mendapatkan sponsor yang bisa menyumbang kepada rider, dan tentunya uang sumbangan dikumpulkan panitia untuk kegiatan amal yang sudah direncanakan, dimana tahun ini uang yang terkumpul akan digunakan untuk Bakti Sosial Sunatan massal, Pengobatanbibir sumbing dan pengobatan mata katarak. Cara mensponsorinyapun bisa beragam, memberi sumbangan sekian rupiah untuk tiap km yang ditempuh oleh rider yang disponsorinya, bisa ditambah bonus sekian rupiah jika berhasil mencapai finis, atau sumbangan sponsor yang bersifat flat, entah masuk finis atau tidak masuk finis tetap akan menyumbang sekian rupiah.
Mengikuti Dubic Charity Ride 2012
Charity ride 2012 dilaksanakan pada hari Sabtu 1 Desember 2012 dari Minas. Setelah diawali dengan pemanasan, pembagian snack dan jersey, pembagian gelang merah tanda dukungan terhadap dukungan untuk memerangi HIV/aids (bersamaan dengan perngatan hari AIDS sedunia), foto bersama serta doa, rombongan dilepas oleh mas Wahyu Budiarto dan mas Gembil sekitar jam 06:15 di tengah rintik-rintik hujan.
Penuh semangat para riders memulai perjalanan tahapan pertama dari GBC Minas menuju ke Gathering Station 5 (GS5). Jalan beraspal mulus di dalam lapangan minyak Minas sangat membantu perjalanan di daerah yang berbukit-bukit dengan jalanan yang naik turun menuntut kepiawaian mengelola gear,untuk memanfaatkan turunan tajam sebagai bekal pendakian berikutnya. Teman-teman yang pernah mengikuti kegiatan ini memberitahu bahwa jalur tahap pertama ini sangat menguras tenaga karena kontur jalan yang luar biasa naik turunnya dengan beberapa pendakian tajam dan panjang. Dan memang benar, beberapa rider, saya lihat sudah ada yang mulai menuntun sepeda, atau berhenti karena kram. Rombongan dari AxicBIC Rumbai, meskipun berpencaran sesuai kemampuan, cukup membanggakan bisa menyelesaikan tahapan pertama ini dengan baik, dan berfoto-foto dengan riang gembira dengan latar belakang GS5 yang terlihat seperti raksasa tidur di kejauhan.
Setelah istirahat beberapa saat di GS5, sambil melahap arem-arem beras merah pertama bekal dari bu Enny, rombongan meneruskan perjalanan ke tahapan berikutnya menuju rumah makan Surya Minang di pinggir jalan raya lintas provinsi. Lepas dari GS5, suasana jalan di lapangan minyak Minas yang berbukit-bukit masih terus berlanjut. Meski tidak setajam dan seberat sebelum GS5, namun kondisi jalan tanah, ditambah guyuran hujan sebelumnya, menuntut konsentrasi penuh untuk melaluinya. Jika di jalan aspal saat jalan menurun bisa terus kita lajukan sepeda sekencang mungkin, di daerah ini hal serupa tidak berani saya lakukan. Banyak melakukan pengeraman untuk bisa lebih mudah mengkontrol laju sepeda jika sewaktu-waktu di depan ada permukaan jalan yang licin atau kubangan air yang menuntut kecepatan lebih rendah.
Keluar dari lapangan minyak Minas, kami masuk ke kebon kelapa sawit yang luas dan lebat pohonnya dengan kontur jalan yang relatif datar. Ini adalah segmen jalan yang paling nyaman, jalan relatif datar, teduh, dan kebetulan memang cuaca sangat mendukung kami, dengan mendungnya, dan tenaga kami masih relatif banyak. Satu-satunya tantangan adalah jalan mana yang harus dilewati dengan banyaknya persimpangan di tengah-tengah kebon sawit ini. Dan memang hanya dengan GPS yang sudah menyimpan jalur perjalanan,yang sudah dibagikan panitia sebelumnya, kami bisa terus berada di track yang seharusnya. Membawa peralatan navigasi dengan jalur track yang sudah disimpan adalah syarat mutlak untuk bisa menjalani kegiatan ini. Setelah keluar masuk daerah pemukiman dan kebon kelapa sawit bergantian, tibalah kami di satu tempat yang sering saya dengar namun belum pernah kusaksikan, yaitu Parit Gajah.
Parit gajah, yang berada di tepi perkebunan kelapa sawit, yang berupa lobang dengan kedalaman sekitar 3 meter dan lebar sekitar 5 meter, yang berfungsi sebagai penghalang bagi gajah agar tidak masuk ke kebon kelapa sawit. Dan kami harus menyeberangi parit ini bersama-sama. Rombongan kami beruntung karena ada sekitar 10 orang berada di dalam satu kelompok yang sama saat memasuki parit Gajah ini, sehingga bisa saling tolong menolong, estafet menyeberangkan sepeda dan menyeberangkan diri. Untuk menurunkan sepeda ke dalam parit diperlukan 4 orang, begitu juga untuk menaikkan sepeda dari bawah parit ke seberang, ada 4 orang yang estafet mengangkat sepeda.
Berikut adalah tips untuk menyeberang parit Gajah dari mas Rosyid:
- Jika kita menurunkan sepeda dari tempat yang cukup tinggi seperti di parit gajah kemarin itu, seharusnya roda belakang diturunkan dulu, sehingga teman yang di atas cukup memegang roda depan saja sedangkan teman yang di bawah cukup kuat memegang roda kelakang dan body sepeda. Apalagi kalau ada yg bisa membantu pegang sepeda di tengah-tengah akan lebih aman lagi. Dengan cara ini kita tidak perlu pakai tali. Kalau roda depan diturunkan lebih dahulu maka kondisi sepeda menjadi kurang stabil karena body sepeda bisa terbanting ke kiri atau ke kanan (karena putaran di as stang sepeda)… apalagi kalau sepedanya bueraaat..heheheeee.
- Sebaliknya, jika kita menaikkan sepeda ke tempat yang tinggi seperti di parit gajah kemarin, roda depan sepeda naikan lebih dahulu, sehingga orang di bawah yang menaikkan sepeda cukup kuat memegang sepeda dan orang yang di atas begitu meraih roda depan sudah cukup untuk bisa menarik sepeda ke atas dengan mudah.
- Tips juga, jika temen2 turun lewat tebing curam seperti di parit gajah kemarin, usahakan badan menghadap dan rapat ke dinding yg sedang kita turuni, jangan membelakangi dinding yg sedang kita turuni. Kemudian tangan kita berpegangan kuat pada urat kayu atau semak2 yg cukup banyak yg cukup utk menahan badan kita sambil berusaha agar kaki bisa mendapatkan tempat pijakan yang stabil. Dengan demikian akan mengurangi kemungkinan “kejlungup” atau jatuh terjerembab dan mengurangi kemungkinan cedera tungkai kaki.
Perjuangan terus berlanjut dengan melewati jalan di pemukiman penduduk untuk menuju ke pemberhentian berikutnya di rumah makan Surya Minang. Pengalaman yang menarik, setiap kali kami bertanya ke orang yang kami temui di sepanjang jalan tersebut, berapa jauh ke RM Surya Minang, dari 4 kali yang kami tanya di tempat-tempat yang berbeda, jawabannya mirip-mirip..kira-kira 3 km …. Uch…jarak 3 km memang sangat variatif. Atau mungkin ukuran jauh adalah 3 km…Dan tibalah kami di RM Surya Minang di daerah Kandis, atau sekitar 50 km dari saat kami memulai perjalanan di Minas tadi. Kondisi saya masih lumayan segar. Setelah minum teh hangat dan memenuhi kembali ransel air minum, kami mulai melanjutkan perjalanan kembali.
Tahapan berikutnya ini merupakan tahapan yang berat, karena berada di lintasan jalan umum, jalan lintas provinsi yang dipadati kendaraan umum, terutama truk-truk besar di jalan yang tidak begitu lebar, dan diberapa titik sedang dilakukan perbaikan dengan debu yang luar biasa. Ditambah lagi terik matahari sudah mulai menyengat. Saya sangat beruntung di jalan ini saya masih sehat, dan mampu terus melaju meski dengan kecepatan rendah, terutama di pendakian-pendakian panjang menuju Pungut GS. Sekitar 10 km kami berjuang di jalan umum ini, dan ini sangat menguras tenaga. Dan kembali panitia menyiapkan aneka minuman dan buah di mobil pembawa ransum, dan kembali kami penuhi ransel pembawa minuman untuk memastikan cukup sampai finish, karena setelah pemberhentian ini, tidak akan ada lagi supply minum, meskipun panitia menyediakan pengawalan sepeda motor, yang ready untuk melakukan evakuasi bagi yang sudah tidak mampu melanjutkan perjalanan.
Ettape terakhir ini, meskipun medannya relatif tidak seberat tahapan-tahapan sebelumnya, namun karena tenaga sudah cukup terkuras, kondisi sudah sangat panas, dan sudah terlalu lama kami mengayuh sepeda, atau mungkin juga sudah melampaui batas-batas latihan-latihan yang pernah kami lakukan, kondisinya menjadi sangat berat. Di tahapan ini, saya merasakan pengalaman pertama kram yang luar biasa sakitnya di paha kanan. Dan kejadiannya bukan saat mengayuh sepeda, tapi tepat saat berhenti ketika akan istirahat sejenak. Begitu berhenti, dan kaki kiri merusaha menggapai tanah dengan jinjit, langsung paha kanan mengalami kram, sakit luar biasa. Hanya bisa berdiri tegak sambil memang sepeda, sampai mas Akson menyuruh melepas sepeda.
Kaki sangat kaku, seperti tonggak kayu yang tidak bisa ditekuk sedikitpun untuk bisa duduk atau berbaring, sampai dibantu mas Agus dari Duri yang menahan badan saya dari belakang, dan merebahkannya dengan posisi kaki masih lurus nyekengkeng…..Dan mulailah bekal Conterpain dibuka, dan upacara gosok-gosok kaki dilaksanakan. Setelah saya pikir kembali, kemungkinan saya terlalu shock saat mengalami pengalaman kram pertama kali ini, sehingga membuat diri sendiri panik dan menguras sisa-sisa tenaga. Seharusnya ketika kram, ya sudah terima saja kramnya, istirahat, dan akan sembuh sendiri.
Perjalanan sesudah kram ini menjadi sangat berbeda, masih terus gowes, namun dengan kecepatan yang super lambat, dan sering beristirahat berbaringan di tahan di dalam areal kebon sawit.Beruntung ada beberapa teman seiring yang senasib, yang juga sudah mengalami kram, dan bahkan masih sering kumat kramnya. Dan lebih beruntung lagi bisa ketemu mas Eka dari Duri yang membawa GPS lengkap dengan tracknya, setelah GPS pinjaman dari mas Triatmojo yang kubawa habis baterai…lain kali bawa baterai cadangan yaaaa…
Ada satu peristiwa unik, ketika berada di kebon sawit, saat sedang mengayuh sepeda, sekilas melihat rombongan penyepeda dengan warna kuning AxicBIC, jersey kami, dan terbayang mas Rosyid dan kawan-kawan menunggu di depan, eh..ternuata setelah mendekat baru sadar bahwa itu bukan rombongan teman-teman kami tapi jemuran baju di rumah seorang petani sawit. Sedikit khawatir, apakah saya sudah pada tahapan terhalusinasi. Dan menjadi sangat lega ketika saya menceritakan kejadian itu, dua teman saya, mas Koko dan mas Agus ternyata memiliki “halusinasi” yang sama, seperti melihat rombongan teman-teman di depan, dan ternyata jemuran. Ya sudah, lega, nggak gila sendiri 🙂
Hal-hal lucu beberapa kali terjadi ketika kondisi fisik sudah lemah. Medan yang biasa-biasa saja, mirip-mirip dengan medan yang biasa kami santap dengan mudah, ternyata menjadi jauh lebih berat. Kadang sampai tidak percaya, dan melihat langsung ke gear depan, yang ternyata sudah menggunakan gear paling kecil, atau gear paling ringan, tapi koq ya masih berat banget…..Juga kadang-kadang kebingungan sendiri menjadi kaos tangan sesaat sebelum berangkat dari istirahat sejenak. Kaos tangan yang sudah dipakai, terus aja dicari-cari dimana kaos tanganku….walah-walah….
Kebon kelapa sawit terlewati, masuk kebon karet dan tiba di jalan menuju ke Pinggir GS yang terbuka, panas dan kontur jalan sedkit berbukit, meski tidak setajam di daerah Minas. Kembali beberapa teman terkena kram di daerah ini, dan cukup sering kami berhenti untuk saling mendukung. Di daerah ini godaan untuk “Quit”, godaan untuk menyerah, godaan untuk SSWA (self stop work authrity) godaan..cukuplah..sudah lebih dari 60 km gowes sudah hebat tuh, apalagi di jalan umum, di mana mobil pickup penyapu bisa dipanggil,dan apa lagi sepeda motor pengiring terus ngiming-imingi untuk diboncengin…..
Pengalaman menjadi wahana pergulatan sekaligus menjadi pemain pertempuran antara kondisi diri untuk berhenti, dan niat serta keinginan untuk menyelesaikan kegiatan ini dengan sukses sungguh sangat menjadi pengalaman yang dasyat. Ditambah lagi dengan kenekatan untuk mensemangati teman lain yang juga memiliki kenginan untuk “quit”, dan sudah mendeclare SSWA, dengan melihat kondisinya bahwa satu-satunya masalah “hanya” kram berkali-kali, dan itu akan bisa diatas dengan mengayuh sepeda pelan-pelan saja, dan sering-sering istirahat. Ayo, bersama kita bisa, jam berapapun kita tiba di Duri tidak masalah, yang utama kita bisa menyelesaikan charity ride ini.
Sempat sedikit kami salah jalan, sesudah lepas dari Pinggir GS. Tidak begitu jauh sih tersesatnya, namun cukup membuat hati dongkol dan kesal, karena harus kembali dengan jalan mendaki, pada saat kondisi “low bat” beneran…..Dan, puji Tuhan akhirnya kami sampai juga di tepi batas camp Duri, dan kami masuk lewat pintu Lagoon, bukan Gate 5 seperti di rute panitia. Sesampai di dalam camp, ditepi jalan, kamipun sempat istirahat tiduran di trotoar dan di rerumputan di tepi Jalan kompleks Talang karena menunggu mas Adi Sardjono yang ternyata ketinggalan di belakang.
Tepuk tangan beberapa anggota panitia yang masih tersisa di depan Wisma Bekasap, dan pemberian medali 100 km Minas to Duri for Charity, sungguh membuat hati terharu, bahwa kami bisa! Meski tidak ada team penyambutan meriah dari panitia seperti teman-teman yang masuk finish duluan, yang disambut dengan iring-iringan mobil off road, marching band dan upacara resmi (kami lihat di fotonuya sih…), meski kami masuk finish jam 4 sore, terlambat hampir 3 jam dari peserta pertama yang masuk finis pertama, namun kami sangat bangga bahwa kami mampu menjadi pememang atas diri kami sendiri. Man jadda wajada, “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil, ”-where there is a will there is a way !”. Dan kami bisa!
Dua putri istimewa
Dari sekitar 50an peserta hari itu, ada 2 orang putri yang menurut saya sangat istimewa, yaitu mbak Ponda dan mbak Ade. Saya belum kenal, tapi melihat prestasinya hari itu, saya menganggap luar biasa.
Mbak Ponda, selama perjalanan Minas-Duri, saya hanya melihat saat mbak Ponda menunggu di GS5, kemudian bersama-sama rombongan berangkat di tahapan berikutnya. Beberapa saat dalam satu rombongan yang sama saat naik turun di lapangan minyak Minas, setelah itu tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Apalagi batang hidung, bekas tapak roda belakang aja udah lenyap, alias bablas ngebut jauh di depan…luar biasa!
Sedangkan mbak Ade, kami cukup lama dalam rombongan yang sama, meski sering mbak Ade jauh di depan terus menunggu kami, kemudian foto-foto bersama selama di daerah kebon sawit selepas lapangan minyak Minas. Juga di parit Gajah, mbak Ade yang menurunkan sebagian besar sepeda kami ke lobang parit. Saat di jalan raya provinsi, di tanjakan panjang, ketika mas Joko Pit terkena kram, saat mas Koko dan saya beriringan seperti siput merambat pelan, mbak Ade menyalib kami..wush..wush..wush…hilang seperti mbak Ponda tadi. Huebat!
Afer joining Charity Ride 2012
Setiba di Wisma Bekasap, sepeda langsung disambut mas Harry Dewantara untuk dinaikkan ke pickup kami dari Rumbai, dan saya sendiri dijemput mas Yuli untuk mandi di rumahnya. Beruntung, bus Duri-Rumbai yang menurut jadwal berangkat jam 16:00, diundur keberangkatannya menjadi jam 16:30 sehingga kami yang terlambat datang di Duri,bisa ikut serta kembali ke Rumbai, meskipun di perjalanan tadi, kami sudah siap mental jika memang harus menginap di Duri. Yang penting masuk finish jam berapapun…
Di dalam bus perjalanan Duri-Rumbai masih banyak juga teman-teman yang masih segar, seru bercerita pengelaman masing-masing. Dan mie kocok di Kandis menjadi makanan berat lengkap pertama saya di hari Sabtu, 2 Desember 2012 ini, setelah dari pagi hanya makan roti tawar, arem-arem dan pisang. Nikmat banget mie kocok dari mas Wahono ini.
Setiba di rumah langsung ndeprok di depan TV melihat perjuangan Indonesia melawan Malaysia sambil makan nasi bakso, dan cuapeknya luar biasa. Badan mulai terasa kurang nyaman dan upacara kerokan dimulai untuk mengeluarkan angin Minas-Duri dalam waktu seingkat-singkatnya melalui tangan Noery, sponsor utamaku. Terima kasih juga untuk para sponsorku yang sunggu telah mensemangatiku, mas Rosyid, mas Teguh Hanjojo, mas Budidinata Weintre, mas Hussein, mas Bambang Santosa, mbak Elsie, mbak Ida, mas Yuli Iswanto, mas Paulus Motoh dan mas Mike. Terima kasih teman-teman, atas dukungannya, dan saya telah berhasil mengantar sumbangan teman-teman langsung sampai Duri dengan genjotan saya.
Manstap! Tahu depan lagi ya…hahahaaaaaaa
Hahahahahaha.. Kerokan ya Mas.. 🙂
Injih mas Yasin..setelah di jalan paha “tipis” di gosok-gosok counterpain, sampai di rumah giliran sekujur tubuh dikeroin
Salut tenan mas ….luar biasa ….semangat dan usahanya. p.s. baru skrgn liat pola kerokan spt ini 😉