Views: 118
Perjalanan dua anak kami saat meneruskan pendidikan setelah lulus SMA memiliki lika-liku yang menarik saat kami putar balik kisahnya.
Anak kami yang pertama, sejak lulus SMP sudah memutuskan untuk hidup sendiri, melanjutkan sekolah di Yogyakarta, dan tinggal di asrama pelajar putri. Saat hari-hari mendekati kelulusan SMAnya, setelah melalui proses analisis bersama, segera memiliki tekat yang bulat dan jelas, ingin melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di kota Yogyakarta. Pilihannya di KU UGM atau di Seni Musik ISI.
Dengan kebulatan tekatnya, anak pertama kami mengikuti semua kemungkinan “pintu ‘masuk yang disediakan, mulai dari PBUPD, PBS, UTUL UM UGM, bahkan ikut serta juga program masuk ke UNS sebagai cadangan. Dan semuanya diikutinya sendiri di Yogyakarta, sementara kami berdua sebagai ayah dan ibunya berdoa di Pekanbaru.
Empat kali usahanya gagal. Alias tidak diterima. Namun kami bersyukur anak kami tetap semangat. Meskipun kami sudah memiliki skenario yang cukup detail untuknya, namun kegagalan-kegagalan tersebut meresahkan juga. Dan usaha yang kelima yang akan dilakukannya adalah mengikuti test di KU International UGM.
Kami berdua memutuskan untuk ikut menunggui anak kami mengikuti ujian di Yogyakarta. Kami berangkat dari Pekanbaru, naik kereta api dari Jakarta ke Yogya, tinggal di hotel bersama anak kami. Saat hari ujian kami mengantar dan menungguinya ujian. Sangat unik kalau di gothak-gathuk. Nomor ujian anak kami 567. Sampai kami sempat bercanda, setelah empat kali gagal, ini nomor ujiannya urut dan menunjukkan tanda-tanda kelancaran.
Saat hari H ujian, diminta memakai rok, dan anak kami memilih meminjam rok milik suster asrama untuk dipakai mengikuti ujian. Dan setelah ujian ketika kami tanya apakah bisa mengerjakan soal ujian, katanya bisa…lebih bagus dibanding test-test sebelumnya. Puji Tuhan, saat pengumuman, anak kami diterima.
Belajar dari situasi yang sangat mendebarkan dari pengalaman anak pertama ini, untuk anak ke dua, kami mempersiapkannya lebih baik. Kami merasa bahwa persiapan anak pertama kami untuk masuk ke Perguruan Tinggi relatif kurang intensive, dan kebetulan anak kami yang pertama ini bersekolah di SMA, yang menurut kami lebih mengutamakan hari-harinya di kelas 3 SMA lebih banyak belajar untuk “hidup”, dibanding dengan belajar untuk mempersiapkan diri memasuki Perguruan Tinggi dengan pola testnya.
Meskipun sudah di kelas 3 SMA, dimana sebagian besar anak-anak lain mempersiapkan diri dengan mengerjakan soal-soal masuk ke Perguruan Tinggi, anak kami pertama waktu itu masih banyak melakukan kegiatan non akademis, seperti tinggal di desa bersama satu keluarga petani, hidup bersama tukang andong dan beberapa kegiatan lain.
Menurut saya ini adalah salah satu pilihan. Dan hasil positif yang kami rasakan dari anak pertama kami, dengan pola pendidikan seperti itu memiliki daya juang yang sangat tinggi, dan lebih siap untuk mengarungi tantangan-tantangan hidup.
Berbeda dengan anak kami yang pertama yang sudah bersekolah SMA di Yogya, anak kami yang kedua tetap menempuh SMA di Pekanbaru dan hidup bersama kami. Sejak kelas 1 SMA sampai pertengahan kelas 2 SMA, sangat senang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler marching band. Memang marching band benar-benar suatu kegiatan positif yang sangat berguna bagi anak, namun sangat banyak menggunakan waktunya.
Di bulan Desember 2010, saat di pertengahan kelas 2 SMA, seusai anak kami mengikuti kompetisi nasional marching band, GPMB (Grand Prix Marching Band), kami berunding dengan sangat mendalam, untuk membicarakan pola belajar ke depan. Pilihan yang kami sepakati bersama, anak kami meninggalkan kegiatan marching band yang sedang disenanginya, dan akan lebih intensive belajar mempersiapkan diri menghadapi perjuangan masuk ke perguruaan tinggi. Satu keputusan penting telah diambil.
Bersama beberapa teman yang se “aliran”, yang menginginkan agar anak-anak kami bisa mempersiapkan diri dengan baik dalam pertempuran memasuki PT, kami menghubungi Bimbingan Belajar BTA di Pekanbaru, ngobrol-ngobrol menyampaikan keinginan kami untuk suatu program khusus bagi anak-anak kami dengan pola belajar sesuai dengan yang kami inginkan. Kami ingin agar anak-anak menerima pelajaran menyeluruh seperti pelajaran di sekolah sesuai kurikulum, namun dengan kecepatan yang lebih kencang, lebih dini progressnya dibanding pelajaran di sekolah. Ditargetkan dalam waktu 10 bulan, di bulan Oktober 2011 seluruh materi pelajaran kelas 2 dan kelas 3 SMA sudah diselesaikan di BTA, dan anak-anak akan melakukan persiapan khusus mengerjakan soal-soal UN dan masuk PT mulai akhir semester 5 (pertengahan kelas 3 SMA).
Dan kami sangat beruntung, pihak Bimbingan Belajar BTA Pekanbaru menerima ide kami ini, dan bersedia membuat program khusus ini. Dan satu lagi kesepakatan kami, usahakan anak-anak tetap bisa enjoy, bisa tetap menikmati masa SMAnya dengan menyenangkan. Puji Tuhan, BTA bisa menjalankan misi tersebut dengan sangat baik. Menjalankan kelas yang super intensive, bahkan saat liburan sekolah anak-anak terus digenjot pagi sampai malam, agar bisa lebih cepat menyelesaikan pelajarannya. Selalu lebih di depan dibanding progress pengajaran di sekolah.
Dan surprise, anak-anak sangat menikmati hal itu. Kekhawatiran anak-anak akan jenuh tidak terjadi. Bahkan saat liburan tiba, anak kami memilih untuk tetap terus belajar bersama BTA, dan meminta kami kedua orang tuanya berlibur sendiri. Kadang di hari-hari di luar jadwal belajarnya di BTA, anak kami suka rela datang ke BTA untuk belajar. Dasyat!
Kami juga melihat dalam kesehariannya, meskipun lebih banyak waktu digunakan untuk belajar di BTA, anak kami masih tetap memiliki waktu untuk kegiatan santai dan extra kurikuler termasuk memimpin teman-temannya membuat drama sekolah di acara pentas seni akhir tahun.
Target awal kami, adalah agar anak-anak kami bisa menyelesaikan pelajaran SMAnya dengan cepat, dan di bulan-bulan terakhir bisa fokus mengerjakan soal-soal untuk ujian tulis masuk perguruan tinggi. Namun ternyata ada hasil-hasil antara yang sangat mengejutkan kami bahkan menjadi suatu anugerah yang luar biasa dari Tuhan. Karena anak kami belajar materi-materi pelajaran lebih awal dan lebih cepat di BTA, sehingga saat belajar materi-materi kurikulum di sekolahnyanya bisa menangkap pelajaran dengan lebih cepat dan lebih mudah, dan ujian-ujian harian, mingguan, bulanan maupun ujian semesterannya menjadi lebih bagus hasilnya. Nilai-nilainya di sekolah melonjak tajam!
Saat jalur SNMPTN undangan dibuka, dan pihak sekolah diminta memasukkan nilai-nilai seluruh siswa ke sistem SNMPTN undangan. Puji Tuhan, dengan pola belajar khusus tersebut, dengan nilai-nilai di sekolah yang semakin baik, anak kami berada di ranking atas dari siswa-siswa jurusan IPA di sekolah dalam sistem SNMPTN Undangan. Dan ini menjadi modal yang luar biasa besar untuk mengikuti program SNMPTN Undangan.
Anak kami ingin kuliah sama dengan kakaknya di Kedokteran Umum UGM Yogyakarta, dan di jalur SNMPTN Undangan anak kami memilih satu saja pilihan I di KU UGM, tanpa mencantumkan pilihan ke dua. Dan kami merasa sangat beruntung ketika pengumuman SNMPTN Undangan, anak kami diterima di pilihannya. Dan prestasi bagus itu tidak hanya di capai oleh anak kami, tapi oleh hampir semua anak-anak yang ikut dalam program khusus BTA ini. Sebagian besar dari peserta kelas khusus ini diterima lewat jalur SNMPTN Undangan dan jalur lain di PTN. Puji Tuhan.
Perjalanan yang sangat berbeda antara dua orang anak kami tersebut, namun ada kesamaannya bahwa kekuatan niat, ketekunan berjuang dan terus menerus berdoa merupakan modal yang sangat besar dan diperlukan. Dan satu lagi yang tidak kalah penting adalah keikutsertaan orang tua untuk benar-benar ikut terlibat dalam persiapan, berjuang bersama anak. Keikutsertaan orang tua merupakan suatu keharusan. Kalau bukan kita yang melakukan, orang lain akan mengambil alih, dan belum tentu seperti yang kita harapkan. Terima kasih Tuhan.