Views: 45
“Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”
“Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Mengampuni kesalahan orang lain, terutama mengampuni orang yang dekat dengan diriku adalah satu hal yang sangat sulit kulakukan. Rasa marah berkepanjangan, rasa sakit hati yang berhari-hari adalah siksaan berat masih sulit kuhindari.
Marahku dipicu oleh harga diri yang tercabik karena disakiti. Aku tahu bahwa secara psikologis, marah dan dendam berkepanjangan adakah hal yang sangat merugikan diri sendiri, namun tidak mudah untuk menghindarinya.
Tuhan mengatakan, Ampunilah saudaramu, bukan hanya tujuh kali, tetapi tujuh puluh kali tujuh, suatu ajakan yang menyatakan “selalu” ampunilah, tak ada batas pengampunan yang perlu kita berikan kepada orang lain, atau dengan kata lain mengampuni adalah suatu kewajiban, bukan suatu hak.
Memang akan sangat sulit ketika pertimbangan untuk mengampuni atau tidak hanya berdasarkan pada hubungan satu-satu antara aku dan orang yang menyakitiku, dan dasarnya akan suatu bentuk hitung-hitungan antara aku dan orang yang menyakitiku, berapa banyak aku telah berbuat baik padanya, dikurangi berapa banyak aku telah menyakitinya, dan kubandingkan dengan berapa banyak dia telah berbuat baik padaku dikurangi berapa banyak dia telah menyakitiku sebelumnya.
Akan menjadi suatu hitung-hitungan semacam debit kredit, “bank account” yang sangat matematis, dan hasilnya akan selalu negatif bagi kedua pihak…..
Lalu apa dasarnya ajakan untuk selalu mengampuni orang yang bersalah kepadaku? Sangat sederhana, hitungan seharusnya bukan satu satu orang perorang, namun hitungan semesta, dari apapun dari siapapun yang telah kuterima. Aku sudah menerima dari banyak orang, baik dari orang-orang yang kukenal, istri, bapak, ibu, adik, teman, kakak, maupun dari orang-orang yang tidak kukenal yang telah banyak membantu aku, dan tentunya aku sudah menerima buanyaaak banget dari Tuhan Yang Maha Kasih, yang bukan hanya memberi, tapi sangat sering tersenyum mengampuniku saat aku berbuat berbagai kesalahan. Dan seharusnya memang tidak perlu menghitung, karena hasilnya pasti akan selalu positif bagiku. Aku akan selalu berada pada posisi bahwa aku sudah menerima sangat banyak.
Mampukah aku untuk selalu menyadari hal itu, untuk menghitung kebaikan dan pengampunan dari semesta alam yang telah kuterima untuk mampu selalu mengedepankan pengampunan bagi orang lain? Ayo belajar terus.Hidup adalah mensyukuri rahmat melimpah yang sudah kuterima, untuk terus menerus memanfaatkan setiap peluang untuk membahagiakan orang lain.