Views: 33
Sepanjang perjalanan ke Siak untuk bersepeda, seru ngobrol dengan teman satu mobil, banyak diskusi ngalor ngidul, dan salah satu topik yang dibahas adalah mengenai proses penilaian pegawai yang saat ini sedang intensif dilakukan di akhir tahun untuk menentukan nilai tahunan masing-masing pegawai sebagai salah satu acuan untuk menentukan tingkat kenaikan gaji di tahun depan.
Dalam setiap proses penilaian yang dilakukan oleh suatu team, untuk bisa mendapatkan nilai terbaik, seorang pegawai akan dinilai berdasarkan kinerjanya, berdasarkan hasil yang sudah dicapai dibanding dengan janji di awal tahun, dan juga dibandingkan dengan pegawai-pegawai lain yang ada. Dan seseorang akan mendapatkan nilai terbaik, jika pegawai tersebut bisa sangat terlihat melakukan lebih dari pada pegawai lain, dan melakukan hal yang luar biasa dibanding pegawai lain, serta memebuat tim penilai mengaguminya.
Nah, begitu juga dalam hidup kita di dunia, kita perlu konsisten dalam hidup ini berbuat sesuatu, sehingga nanti ketika menghadap Tuhan, kita bisa membanggakan sesuatu yang lebih dari pada manusia lain, sesuatu yang lebih baik dari orang lain, yang membuat Tuhan yang sejak awal mula dan selalu mencintai kita, langsung terpikat untuk menerima kita di sisiNya. Kita perlu memiliki sesuatu yang bisa diterimanya. Dan salah satu cerita menarik yang disampaikan dalam diskusi sepanjang jalan ke Siak adalah satu kisah yang diceritakan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam salah satu bukunya, yang ceritanya bisa saya dapatkan di satu blog Rahmat Tuhan Tidak Terbatas , berjudul Cinta Pemungut Daun
Sumber: Rindu Rasul, Jalaluddin Rakhmat.
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh.
Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia lalu mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan yang ada sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.
“Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.
“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya ini tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat dari Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya.”
Ayo kita berlomba-lomba membuat rahasia kebajikan yang secara tulus kita persembahkan sebagai bakti cinta kita kepada Tuhan dengan konsisten, hanya diri kita sendiri yang tahu, yang tidak perlu besar-besar atau sulit,cukup sederhana saja, namun tekun, tulus dan terus menerus kita lakukan. Ayo belajar, dan just do it, agar kita masing-masing memiliki sesuatu yang bisa kita banggakan di hadapan Tuhan.