Views: 79
Sejak kecil saya termasuk kelompok yang senang olah raga, terutama olah raga permainan murah meriah di kampung, seperti sepak bola, volley, badminton,pingpong dan basket. Kebiasaan olah raga sejak kecil terus saya lakukan di bangku sekolah, SMP, SMA, perguruan tinggi sampai bekerja. Memang tidak terlalu serius, seperti halnya anak-anak yang ikut klub resmi, saya hanya sekedar untuk kesenangan dan pergaulan saja.
Prestasi di bidang olah raga, lumayan juga, kalau di sekolah pasti sebagai anggota tim kelas, waktu di SMA menjadi anggota tim volley ball sekolah untuk pertandingan antar sekolah, di perguruan tinggi, menjadi tim bola basket jurusan dan fakultas. Kelihatannya serius, tapi kenyataannya ya sekedar fun-fun saja. Sampai bekerjapun masih terus menyukai olah raga-olah raga tersebut, termasuk sebagai anggota tim bola basket perusahaan untuk pertandingan antar perusahaan di tahun 1990 an.
Ada hal yang kurang baik yang saya ingat dalam kegiatan olah ragaku ini, yaitu dalam hal pemanasan. Tidak ada mekanisme atau prosedur tetap dan baku yang saya lakukan sebelum melakukan olah raga yang sebenarnya lumayan keras ini. Biasanya hanya sekedar-sekedar saja pemanasannya.
Di lain pihak, saya sangat betah duduk berlama-lama di depan komputer, baik di kantor maupun di rumah, dan ditambah lagi cara dudukku waktu itu semaunya saja, lebih sering kurang tegap.
Semuanya nampak baik-baik saja, bahkan ketika saya merasa ada rasa tidak nyaman di pinggang, rasa-rasa nyeri-nyeri yang timbul hilang, kemudian kesemutan di kaki, sampai rasa lemah di paha dan kaki kiri, terasa cepat capek kalau berdiri beberapa saat. Kadang rasa nyeri tersebut sangat hebat, terutama setelah melakukan kegiatan olah raga yang agak intensive, misalnya setelah pertandingan volley. Tapi semuanya masih merupakan sesuatu yang bisa saya tahan dan kalau pas sakit, dan ingin ikut suatu pertandingan, yang saya ingat pernah terasa sakit, dan akan main volley di pertandingan 17 Agustusan di tahun 2000an, pinggang saya bebat dengan “setagen”, sampai kenceng, hingga hilang sakitnya sampai akhir pertandingan….Tapi sesudah pertandingan selesai dan pengikat dibuka, sakitnya bukan main. Namun ya tetap saja…saya anggap sesuatu yang tidak serius, dan saat di bawa ke rumah sakit, therapy yang dilakukan adalah dengan di sinar-sinar, dan diminta melakukan senam-senam ringan untuk menguatkan dan berenang. Namun tidak satupun saya lakukan dengan serius, karena memang saya tidak suka senam, apalagi berenang, sama sekali tidak bisa…masih saja balik ke olah raga yang saya senangi, volley , basket dan sepak bola.
Hingga pada suatu hari saat saya berada di Surabaya, ketika sedang mengikuti kegiatan kuliah di ITS, di tahun 2004, waktu itu di kamar hotel Santika Surabaya, pagi hari sesudah makan pagi, saya naik ke kamar lagi untuk gosok gigi dan mengambil kaos untuk keperluan tanding volley sore hari sesudah kuliah di kampus.
Tiba-tiba saya bersin, dan sesudah itu semuanya berubah, rasa sakit yang sangat hebat terjadi di pinggang saya, dan kaki sangat lemas, sehingga saya langsung tiduran di tempat tidur. Dan beruntung pintu kamar tidak saya kunci, sehingga Untung, teman se kamar yang nunggu di tempat makan curiga, koq saya lama tidak balik ke bawah, dan Untung balik ke kamar dan menemukan saya dalam kondisi kesakitan luar biasa. Saya ingat, kami berdua langsung ke RS Dharmo, rumah sakit terdekat dari hotel.
Penanganan di bagian gawat darurat dilakukan dengan cepat, dokter yang memeriksa minta dilakukan rontgen, sesudah itu di refer ke spesialis/ahli Bedah Syaraf. Dokter yang sudah sepuh memeriksa dengan cara yang sangat sederhana, dan langsung mengatakan “Kamu harus langsung operasi, kalau tidak operasi, kamu akan lumpuh….” . Waduh….., namun dokter masih memberi kesempatan untuk meyakinkan kondisinya lagi, dan minta difoto MRI. Langsung hari itu juga melakukan foto MRI, dan saat diperiksa hasilnya, memang memperkuat pernyataan dokter tersebut, kondisinya sudah sangat kritis dan harus segera dioperasi. Bahkan ketika saya minta agar dioperasi di Jakarta, dokter itu tidak setuju dan tidak mau ambil resiko. Harus operasi di Surabaya. Dokter menyebut ini sebagai HNP atau Hernia Nucleus Pulposus atau dalam bahasa awam syaraf terjepit.
Ketika berada di salah satu kamar di RS RKZ Surabaya menunggu operasi, rasa aneh menyelimuti rasa…Bayangkan, pagi hari masih dalam kondisi segar bugar, siap berangkat kuliah dan mempersiapkan tanding bola volley di sore hari, eh, koq sekarang terlentang tak berdaya dan divonis akan lumpuh kalau tidak diperasi. Sangat luar biasa mahal kondisi sehat.
Singkat cerita operasi berhasil dengan lancar dengan cara mengambil “bantalan” yang “njebrot”. Sesudah operasi, perlu latihan jalan kembali. Benar-benar seperti anak-anak yang mulai belajar berjalan, merambat-rambat di tempat tidur, kemudian jalan agak jauh sedikit…lemas banget rasanya. Sangat berbeda dengan kondisi sebelum “bersin”. Di Rumah sakit juga diajari naik tangga, hanya 3 atau 4 anak tangga, namun perlu waktu 3 hari untuk belajar….luar biasa… Proses penyembuhan berjalan lambat, sampai beberapa tahun rasa nyeri dan kram-kram di kaki kiri masih kadang terjadi.