Views: 151
Manapaki punggung sisi Barat gunung Lawu mulai dari Tasikmadu menuju Kebun teh Kemuning dengan titik ujung tujuan di Rumah Teh Ndoro Donker menjadi perjalanan gowes yang mengesankan. Sepanjang perjalanan yang bukan melalui jalur jalan raya Solo-Tawang Mangu, namun melalui jalur-jalur alternative hasil dari survey dan hasil dari blusukan dr. Bhirowo waktu kecil, menambah nyamannya acara bersepeda hari Sabtu, 9 Desember 2017 ini. Ditambah lagi dengan dua bonus destinasi, Candi Sukuh dan Bendungan Gondang yang sedang dibangun, memperkaya cerita sepedaan kali ini.
Kesan selesai sepedaan adalah kesan Karanganyar yang indah, hijau dan kaya dengan hamparan sawah ber terasering yang menawan, dengan jalan-jalan naik turun yang halus mulus, nikmat untuk dijejaki dengan sepeda. Selain tentunya kesan makanan enak-enak dari ibunda dr. Bhirowo.
Menginap di Tasikmadu
Sesuai rencana dan kesepakatan, pada hari Jum’at, 8 Desembe 2017, kami berduabelas melakukan perjalanan menuju ke Tasikmadu. Dengan beberapa mobil dari Yogyakarta, para pesepeda dan sepedanya tiba di Tasikmadu di rumah keluarga dr. Bhirowo sekitar pukul sepuluh malam. Tanpa banyak acara lain, langsung menikmati hidangan makan malam istimewa dari ayah dan ibu dr. Bhirowo plus rambutan dan durian.
Sesudah makan, segera menyiapkan sepeda dan tidur ….Tidur rame-rame di rumah pendopo yang luas, meski awalnya masih perlu waktu beberapa saat berisik bercerita dan menyesuakan diri tidur bersama di satu tempat yang luas, namun tak berapa lama semua pulas tidur mendengkur….
Gowes Piknik
Ya, kami memang sepakat gowes hari ini adalah bersepeda santai sebagai bagian dari piknik menikmati Karanganyar, meskipun dalam bersepeda, tergantung dari “porsinya” masing-masing, kami bersepuluh yang bersepeda, secara alami terbagi dalam dua kelompok besar, kelompok kuat, adalah teman-teman kami yang akan bosan jika berjalan terlalu pelan, lebih banyak berjalan di depan dan kelompok piknik santai, yang meskipun jalannya pelan namun banyak foto-foto..nah, saya pasti disini, di kelompok piknik ini.
Sabtu pagi, Bang Yos yang pertama kali bangun, kayaknya jam tiga pagi sudah bangun, lha wong jam empat saja sudah selesai mandi. Singkat cerita setelah sarapan uenak di pendopo, kami semua siap berangkat pukul lima pagi. Di depan pendopo kami berkumpul, diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh bang Yos, dilanjut dengan briefing singkat dari dr. Bhirowo mengenai rencana perjalanan pagi ini. Penjelasannya singkat, kita akan memulai perjalanan menuju titik tujuan terjauh di Kebun Teh Ndoro Donker Kemuning, dengan perhentian-perhentian di Warung tugu Ngipik, Terminal Karang Pandan dan rumah makan mbak Ning.
Sekitar jam setengah enam pagi kami berangkat, langsung berjalan meninggalkan Tasikmadu menyusuri sisi Utara Kota Karanganyar menuju ke arah Timur. Perjalanan sangat sedikit melewati jalan raya Solo-Tawang Mangu dan pitstop pertama di Warung tugu Ngipik, sebelah Timur simpang jalan menuju Makam Delingan tempat bapak dan ibu dimakamkan. Di warung ini sudah banyak para pesepeda yang beristirahat minum teh dan menikmati jajanan lain, mirip-mirip warung Ijo di Pakem. Rencananya istirahat di sini hanya sebentar, tapi ternyata karena kesantaian, lumayan agak lama juga minum tehnya.
Perjalanan kami berlanjut, menuju Terminal Karang Pandan, melalui jalan yang lebih kecil, dan tentunya juga lebih sepi dari pada jalan Utama Karanganyar-Tawangmangu yang berada persis disebelah jalan yang kami lalui. Jarak dari rumah dr. Bhirowo sampai ke terminal Karang Pandan 17 km dengan beda elevasi sekitar 450m, jadi perjalanan kami terus menanjak, namun karena tidak terlalu tajam dan berjalan santai, perjalanan bisa kami nikmati dengan gembira, sambil sesekali foto di pinggir jalan menikmati hamparan sawah berterasering dengan latar belakang punggung gunung Lawu yang indah
Di Terminal bus Karang Pandan kami kembali beristirahat agak lama, untuk bersiap-siap melalui jalan yang akan lebih menanjak menuju ke Ndoro Donker Dan kembali, di perjalanan ini rombongan terpecah menjadi dua rombongan besar..halah..mung wong sepuluh bisa bilang terpecah jadi dua rombongan besar…..
Jalan terus menanjak, namun tanjakannya terasa nikmat, karena setiap tanjakan diselingi dengan jalan datar, bahkan kadang turunan kecil yang memberi istirahat sejenak. Kembali sesekali kami foto dipinggir jalan, mengabadikan keindahan kiri-kanan jalan dan istirahat. Di segmen ini udara dingin sudah sangat terasa sehingga menambah sensasi nikmatnya bersepeda di alam yang mempesona ini.
Tibalah kami di lokasi rencana istirahat berikutnya yaitu rumah makan mbak Ning, yang ke khasannya menjual timus ubi ungu..Kami semua “belanja” timus dan makanan-makanan lain, jan nggak pantes-pantesnya…sepedaan terus belanja makanan pakai tas-tas kresek. Sangat beruntung ada dr. Asep dan dr. Gunawan yang mengkawal dengan mobil, sehingga langsung mak bruk, semua belanjaan masuk ke mobil.
Nah, di tempat istirahat ini terjadilah satu pembicaraan yang seru yang diawali dengan informasi bahwa tujuan kita pagi ini ke Kebun Teh Ndoro Donker sudah dekat, padahal rasa-rasanya masih belum capek..halah…dan akhirnya timbul keinginan untuk belok sedikit melihat candi Sukuh.
Candi Sukuh
Dan benar, ketika tiba di simpang jalan, dimana kalau ke Ndoro Donker lurus dan ke Candi Sukuh belok kanan, kami semua sepakat belok kanan untuk menuju Candi Sukuh terlebih dahulu, untuk nanti kembali lagi ke simpang jalan ini untuk melanjutkan perjalanan ke Ndoro Donker.
Begitu belok kanan kearah candi Sukuh, langsung disuguhi tanjakan tajam yang panjang. Terengah-engah saya menapaki tanjakan pertama ini, lanjut tanjakan kedua, dan melihat ke depan, ternyata tanjakan masih banyak dan panjang….
Candi Sukuh unik dibanding dengan candi-candi peninggalan kerajaan Majapahit pada umumnya, Candi Sukuh ini memiliki gaya yang berbeda.Arsitektur dan relief-relief yang ada pada bangunan, Candi Sukuh bercorak fisik mirip dengan candi-candi peninggalan Suku Inca di Peru dan Suku Maya di Amerika. Saya masih belum bisa memahami bagaimana kemiripan ini bisa terjadi. Apakah mungkin saat itu ada komunikasi antara penduduk di Nusantara dan penduduk di Amerika Tengah? Rasanya hampir tidak mungkin. Apapun yang sebenarnya terjadi, saya sangat bangga dengan kekayaan peninggalan bangsa Indonesia ini dengan aneka keragamannya. Satu hal saja, candi, begitu banyak perbedaan arsitek dan relief antara candi Pramanan, candi Borobudur dan Candi Sukuh ini.
Selain keunikan tersebut, saya masih belum mampu memahami bagaimana para leluhur kita ini saat itu mampu membuat bangunan yang begitu besar dan indah dengan batu-batu di atas ketinggian, yang saat ini memakai sepeda dengan jalan yang sudah mulus diaspal saja saya masih merasa sangat kesulitan. Saya bangga pada prestasi leluhur, semoga saya bisa ikut menjaga.
Ndoro Donker Kemuning
Ndoro Donker yang beralamat di Jl. Karangpandan-Ngargoyoso, Puntukrejo, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah 57793, berada di tengah-tengah perkebunan teh di lereng gunung Lawu. Jam operasional Ndoro Donker jam 10.00–19.00 WIB. Minuman the yang disajikan berasal dari kebun Teh Kemuning yang berada di tempat yang sama di lokasi rumah teh ini. Minuman the andalan di Ndoro Donker adalah White Tea, Donker Black Tea, Oloong Tea, dan Radja Tea, dengan harga sekitar Rp.7,000-Rp.20,000
Kata orang Ndoro Donker ini berasal dari nama seorang Belanda bernama Donker yang tinggal di Kemuning, seorang ahli tanaman yang memilih hidup di situ untuk mengembangkan area perkebunan teh. Sedangkan “ndoro” adalah Bahasa jawa dari tuan. Jadi, nama Ndoro Donker berarti tuan Donker.
Kami duduk, minum the dan foto-foto beberapa saat di Ndoro Donker ini, sebelum kembali melanjutkan perjalanan kembali ke Tasik Madu melalui jalan yang berbeda, disisi Utara. Jarak sedikit lebih jauh, namun lebih banyak menurunnya, meskipun di beberapa segmen kadang ada tanjakan-tanjakan.
Di perjalanan pulang ini kami mampir sejenak ke proyek pembangunan Bendungan Gondang yang masih dalam tahap pembuatan bendungan utamanya. Menyaksikan proses pembangunan bendungan Gondang ini, mengingatkan kembali pengalaman tahun 1986 ketika melakiukan kerja praktek di Mrica.
Pemandangan di perjalanan kembali ke Tasik Madu ini tidak kalah menariknya dengan perjalanan berangkat. Melalui jalan-jalan Utama pedesaan, dan sesekali blusukan lewat jalan-jalan kecil yang tak mungkin akan kami ketahui tanpa adanya dr. Bhirowo. Sawah-sawah hijau berterasering terus kami nikmati di sepanjang jalan.
Sekitar jam satu siang kami tiba kembali di rumah dr. Bhirowo, dan makan siang dengan menu yang lebih dasyat sudah menunggu, termasuk es buah dan durian serta rambutan.