Views: 144
Dua puluh empat Oktober 2015 kembali menjadi hari yang bersejarah, paling tidak untuk diriku sendiri. Bersamaan dengan peringatan hari dokter nasional, bersama lima orang dokter, kami melakukan gowes heroik yang kami sebut Gowes Merapi Merbabu, sebagai pengembangan lebih lanjut Gowes Merdeka mengelilini gunung Merapi yang kami lakukan pada tanggal 16 Agustus 2015 yang lalu.
Gowes Merapi Merbabu ini, sekaligus menjadi ajang latihan untuk para peserta, dan juga aplikasi lacakin yang divelop kawan-kawan Gamatechno yang akan digunakan untuk mengelola perserta di bluXpit bersigergi Jelajah Bromo Merapi, Gowes Malang-Yogya dalam rangka dies natalis UGM 11-13 Desember 2015 nanti. Penuh antusias menunggu hasil analisis LACAKIN dari mas Yoyok…..
Cerita Perjalanan
Sesuai dengan persiapan yang direncanakan, saya keluar rumah sekitar jam 04:45. Para peserta sudah berkumpul pada pukul 05:00 pagi di perempatan Dengung, namun kami bersama-sama bearu berangkat dari Dengung sekitar pukul 05:30 pagi
1. Rumah Nandan-Dengung
Santai sembari pemanasan keluar rumah, menyusur ring road dan jalan Magelang menuju ke Dengung. Sambil mampir dulu membeli coklat dan air minum.
2. Dengung – Magelang
Etappe pertama Dengung-Magelang kami jalani dengan penuh tenaga, lha wong baru berangkat. Saat menjalani tahapan pertama dari perempatan Dengung saya merasa agak was-was dengan kondisi saya, lha koq terasa agak berat meski kecepatan hanya sekitar 21 km/jam, padahal biasanya dengan si road bike blue thunder saya bisa berjalan lebih dari 25 km/jam dengan ringan. Namun setelah saya pikir-pikir, mungkin karena baru awal perjalanan dan memang kontur dari Yogya ke Muntilan relatif agak menanjak.
Tapahan kedua Muntilan-Mangelang jalan lebih banyak menurun, sehingga kecepatan bisa lebih tinggi. Kami saling menunggu dan berkumpul di pertigaan sebelum masuk kota Magelang.
3. Magelang- Secang
Bersama-sama seluruh peserta menyusuri jalan utama di kota Magelang, membelah kota Magelang untuk menuju ke arah Secang. Jalanan di kota Magelang sangat nyaman untuk dilalui road bike, datar dan mulus. Dan kembali kami berhenti dan berkumpul bersama-sama, regrouping di pertigaan Secang.
Meskipun jaraknya relatif dekat dari tempat regrouping pertama, namun kami menganggap ini tempat yang tepat untuk regrouping karena setelah tempat in, sudah menunggu tanjakan-tanjakan yang menantang di depan kami. Tak lupa kami saling bersaing untuk menikmati makanan-makaaan buah tangan mbak Noer, lemper, tahu, sus, dan satu lagi apa namanya mbak Noer?
4. Secang- Kopi Eva
Di Secang sudah di breifing, bahwa silakan untuk mengayuh sesuai kemampuan, untuk nanti regrouping kembali di Kopi Eva. Dan benar, meskipun kami berangkat bersama-sama dalam satu rombongan namun sedikit demi sedikit rombongan mulai terpecah-pecah seuai kemampuan. Lepas dari Secang langsung disongsong tanjakan ke arah simpang Grabag, rombongan mulai terpecah, kemudian tanjakan-tanjakan Pring Surat, dan telebih lagi tanjakan Bedono,,yang puncaknya pada tanjakan di sekitar kopi Banaran dan batas kota Kabupaten Semarang.
Ada yang terus perlahan-lahan tapi pasti turus mengayuh sepedanya, ada yang seakan-akan kuat, kencang di depan, kemudian berhenti sambil melet-melet di pinggir jalan untuk mengatur nafas. Bebas, mana yang mau dipilih dan tidak perlu mengikuti ritme teman yang lain. Ukur sesuai kemampuan, dan nikmati setiap kayuhan dengan suka cita.
Dan ketika tiba di Kopi Eva, wow..lega rasanya, karena tantangan tanjakan pertama sudah kami lampaui.
5. Kopi Eva – Ambarawa
Nah, ini jalur yang penuh dengan turunan tajam. Lepas dari Kopi Eva jalan langsung menurun tajam menuju Jambu. Bagi beberapa teman ini merupakan arena yang menyenangkan untuk memacu sepeda dengan kecepatan tinggi. Namun bagi saya ini merupakan jalur yang sangat menantang. Saya banyak melakukan pengereman.
Tangan terasa pegal karena perlu rem terus menerus dengan sekali-kali di lepas sampai batas kecepatan yang menurut saya pribadi masih aman dalam kontrol saya. Di track menurun sampai Kecamatan Jambu saya tertinggal cukup jauh dari teman-teman yang berani untuk memacu sepedanya, terutama mas Dani dan mbak Sari yang sangat berani di kondisi jalan menurun seperti ini.
Jalan terus menurun sampai ke simpang jalan lingkar Ambarawa, dan kami masuk ke jalan lingkar ini. Udara sudah lumayan panas. Dan di simpang pertama yang berlampu lalu lintas, yang seharusnya kami belok kanan menuju Banyu Biru, kami berbelok ke kiri menuju kota Ambarawa karena akan menuju ke rumah pak Rahmad Ali yang secara khusus menjamu rombongan
Di rumah pak Ali sudah menunggu teh hanget, dengan berbagai jajanan pasar, dan ditutup dengan soto daging hangat.
6. Ambarawa- Salatiga
Setelah istirahat di rumah pak Ali sekitar 45 menit, kami meninggalkan Ambarawa jam 10:45 menuju Salatiga melalui Banyubiru. Meninggalkan kota Ambarawa, kembali ke arah jalan lingkar Ambarawa dan lurus memotongjalan lingkar Ambarawa menuju Bnyubiru melalui pinggiran Selatan Rawa Pening. Jalan yang kami lalui tetap saja jalan yang mulus meskipun tidak selebar jalan utama.
alan tidak bergitu padat dengan lalu lintas kendaraaan bermotor, sehingga menjadikan perjalanan lebih nyaman meskipun sengat terik matahari lumayan menyengat di siang hari itu. Setelah berfoto sebentar di tepi Rawa Pening di Bukit Cinta, kami terus mellaju menuju Salatiga. Dan kembali kami melakukan regrouping, berhenti saling menunggu sebelum jalan lingkar Salatiga.
7. Salatiga
Bagi saya ini jalur pendek yang paling menantang. Matahari tepat berada di atas ubun-ubun, saat melalui simpang ring road kami ragu, akan menembut Kota Salatiga melalui tengah kota atau melalui ringroad. Dan kembali masing-masing memilih sendiri-sendiri seuai nalurinya karena kami semua tahu, nanti akan bertemu lagi di luar kota Salatiga di ujung jalan lingkar.
Dan saya termasuk satu dari sekian banyak teman yang memilih melalui jalan lingkar. Wow-wow-wow…..jalan lingkar penuh dengan tanjakan panjang, di bawah terik matahari yang amat sangat menyengat. Merambat dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam dengan setting gear yang paling ringan, sesekali kami beristirahat di pinggu jalan detika melihat satu tempat teduh kecil.
Meskipun segmen ini tidak terlalu panjang, namun ini segmen yang paling menguras tenaga saya. Bahkan di tanjakan terakhir saya sempat leyeh-leyeh, duduk sendirian di pinggir jalan lingkar yang panas, tapt di bawah jembatan penyeberang untuk beristirahat sambil menurunkan hearth rate yang saya monitor lewat fitbit.
Sangat beruntung saya bisa melalui tanjakan-tanjakan jalan lingkar ini dengan baik, dan perjalanan di jalan lingkar ditutup dengan bonus jalan menurun sampai bertemu kembali jalan raya Semarang-Solo, dan bertemu kembali dengan teman-teman yang sudah terlbih dahulu tiba, termasuk teman=teman yang memilih menembuh kota Salatiga melalui jalan dalam kota.
Beberapa saat kami beristiraha di Indomart di tepi jalan raya Semarang-Solo diujung jalan lingkar Salatiga, kira-kira 6 Km luar kota Salatiga ke arah Solo. Dan lantai idi ruang ber AC di Indomart menjadi tempat yang sangat nyaman untuk mendinginkan diri, termasuk bergeletakan di lantai.
8. Salatiga-Ampel-Boyolali
Meninggalkan Salatiga, kami terus melaju di jalan raya Semarang-Solo menuju Ampel dan Boyolali. Jalan ini merupakan jalan utama lalu lintas, dan padat kendaraan bermotor, sehingga kami perlu ekstra hati-hati menghadapi segala macam kemungkinan kondisi lalu lintas.
Jalan menuju Ampel meskipun cenderng menurun konturnya, namun kadang dihiasi beberapa tanjakan-banjakan kecil, terutama di sekitar jembatan sungai. Setelah beristirahat sejenak di satu masjid di tepi jalan sebelum Ampel, kami kembali melanjutkan perjalanan bersama-sama. Bagi saya istirahat di Masjid ini sangat membantu untuk memulihkan kekuatan kembali, mengngat istirahat di Indomart tadi saya rasa belum cukup mengembalikan tenaga saya, meskipun cukup lama juga istirahatnya.
Ini titik yang cukup kritis bagi saya di perjalanan ini, tenaga sudah terasa terkuras dan perut agak sedikit mual. Dan ketika teman-teman melakukan sholat, saya menambah istirahat saya, termasuk memakan coklat untuk menambah tenaga.
Perjalanan berlanjut, dan saya memilih untuk berjalan lebih lambat dari teman-teman yang melaju cepat di jalan yang terus menurun menuju Boyolali. Jalan Ampel-Boyolali bisa dikatakan menurun terus, di tengah lalu lintas yang cukup padat. Kami kembali melakukan regrouping di simpang jalan sebelum masuk Boyolali
9. Boyolali-Klaten
Perjalanan nikmat terus berlanjut, meninggalkan kota Boyolali menuju ke Klaten melalui jalan Tulung dan Jatinomo. Kembali jalan terus menurun melalui jalan mulus yang jauh lebih sepi lalu lintasnya dibanding jalan utama Semarang-Solo.
Menyusuri jalan di pedesaan-pedesaan Boyolali dan Klaten terus memberikan suasana yang menenteramkan, ditambah lagi dengan rimbunnya dedaunan pohon-pohon besar di samping kiri dan kanan jalan. Apalagi matahari sudah mulai turun ke arah Barat sehingga panas teriknya sudah jauh menurun.
Sekitar pukul 16:30 kami tiba di Klaten. Dan mulut rasanya sudah sangat pingin di supply denggan minuman yang mans. Di tempat biasa di alun-alun Klaten kami mampir untuk menikmati es buah. Satu mangkok es buah,langsung saya tenggak habis. Awalnya minum dengan sendok, tapi lama-lama nggak sabar langsung dituang dari mangkok ke mulut….haus bener……Dan satu mangkok es buah masih belum menyembuhkan rasa haus dan keinginan yang manis-manis…langsung ditambah es teh manis…jossssss..sangat nikmat.
10. Klaten-Yogyakarta
Tahapan terakhir kami lalui dengan nikmat, bersama-sama kami meinggalkan Klaten menuju Yogya. Sebelum tiba di simpang ke Bandara, kembali rasa haus dan ingin meminum yang maniis-manis timbul kembali, dan saya memilih berhenti untuk membeli minuman di entah Alfamart atau Indomart di pinggir jalan, dan beristirahat sejenak.
Hari sudah mulai gelap, dan perlahan-lahan saya menyusuri ringroad Yogya menuju rumah. Dan tiba di rumah sekitar pukul 18:30. Penunjuk KM di sepeda menunjukkan angka 181 kmLebih dari 13 jam saya berjuang bersepeda, dan saya menikmati. Sayang iphone saya ternyata macet saat saya beristirahat membeli minuman sebelum simpang Bandara, sehingga perjalanan dari tempat tersebut sampai di rumah tidak terlacak baik oleh fitbit maupun Strava, kira-kira sepanjang 15 km.
Lihat Galleri yang lain disini
Pelajaran menarik hari ini
- Perencanaan yang baik dengan memahami rute yang akan dilallui dan menysur skenario tempat-tempat pemberhentian sangat membantu untuk menaklukkan jalur yang panjang
- Makan makanan yang padat protein di malam hari sebelum gowes panjang sangat membantu memberikan tenaga waktu gowes. Ini yang erus menurus disarankan dr. Hariyanta. Seperti yang saya lakukan, kemarin malam setiba dari Jakarta langsung diajak makan Mita membeli makanan kesukaannya, dan saya makan daging sapi dengan porsi yang lrelatif besar dibanding biasanya. Dan di pagi hari sebelum berangkat, saya merasa full power. Mungkin ini yang disebut calory loading…mungkin lho…kapan-kapan perlu dipejalari hal ini
- Perlu sedikit militan untuk mengalahkan rasa capek. Seperti yang saya alami, saat berada di jallan lingkar Salatiga, ketika panas terik matahari sangat menyengat dan jalan terus menanjak, rasa capek sangat hebat dan keinginan menyerah kadang timbul. Namun semangat untuk terus berjuang mampu mengalahkan rasa ingin menyerah tersebut. Dan istirahat-istiraha kecil perlu dilakukan untuk memulihkan kekuatan. Dan bagi saya alat pengukur detak jantung (heart beat rate) menjadi indikator utama saya bisa lanjut atau istirahat dahulu.
- Teman-teman seperjalanan yang saling mensemangati sangat membantu untuk menyelesaikan rencana perjalanan dengan baik
Terima kasih Tuhan atas penyertaanMu sepanjang hari ini, menikmati sepedaan Merapi-Merbabu hari ini.