Views: 124
Kami berdiri di atas jalan aspal selebar sekitar 3m yang menanjak menuju puncak bukit. Di sebelah kanan kami yang merupakan wilayah Kulon Progo provinsi DIY hijau dengan pohon-pohon teh yang bertingkat-tingkat seperti anak-anak tangga dan di sebelah kirim kami yang merupakan wilayah Kabupatan Purworejo,provinsi Jawa tengah, hijau juga dengan pepohonan yang rindang.
Memandang menjauh di sekeliling kami berdiri, hijau di segala penjuru dengan bukit-bukit dan puncak-puncaknya yang sekilas terlihat sejajar dengan tempat kami berdiri. Perbukitan Menoreh yang sangat dikenal dengan para prajuritya memang tempat yang sangat tepat untuk menjadi ajang penggemblengan, juga saat ini ketika kami menggembleng diri sendiri untuk mampu menyalakan api semangat bersepeda, setapak demi setapak merangkak ke puncak Nglinggo, menikmati perkebunan teh yang menawan.
Kenikmatan kami masih terlengkapi dengan masuk ke warung di puncak bukit, meminum the asli Nglinggo dengan gula aren yang menurut tata cara setempat bukan dimasukkan ke dalam gelas teh, namun dengan digigit-gigit, klethak-klethuk sambal meminum tehnya. Luar biasa karunia dan nikmat yang Tuhan berikan kepada kami. Matur nuwun Gusti.
Minggu, 17 April 2016 kami berencana untuk bersepeda bersama ke Nglinggo menikmati kebon teh di Kulonprogo yang sangat terkenal. Ternyata jalan menuju Samigaluh sudah benar-benar menguras tenaga kami, sehingga pagi itu kami hanya sanggup sampai di Samigaluh, dan balik kanan kembali ke Yogya. Dan luar biasa, salah satu teman kami, mas Sapto Adi, sendirian melanjutkan perjalanan menuju Nglinggo. Alasannya sederhana, pamit dari rumah mau ke kebon teh, jadi ya harus sampai kebon teh..luar biasa..mas Sampo siang itu langsung kirim foto-foto di kebon teh yang ngiming-imingi dengan sesungguhnya.
Foto-foto mas Sapto memang benar-benar membuat kepingin, dan langsung Senin pagi beberapa orang sepakat untuk kembali ke Samigaluh dan Nglinggo untuk memperbaiki kegagalan hari Minggu itu, dengan cita-cita bisa foto-foto di Nglinggo seperti yang mas Sapto lakukan.
Sabtu pagi, 23 April 2016 kami berlima janjian kumpul di perempatan Jombor. Bersama Bang Yos, mas Indul, mas Sapto Adi, dr. Hariyanta, kami meninggalkan perempatan Jombor sekitar jam 05:45 pagi menyusuri jalan yang datar melewati Sayegan menuju ke perempatan Deksa. Jarak sekitar 20 km kami tempuh kurang dari satu jam melewati pedesaan-pedesaan dan persawahan yang segar.
Selepas perempatan Deksa, pemandangan indah persawahan yang bertingkat-tingkat dengan latar belakang perbukitan Menoreh mengundang untuk diabadikan dengan foto-foto sambal istirahat sejenak.
Segera pemandangan menawan berganti dengan jalan yang berkelok-kelok sedikit menanjak dengan sungai Progo yang dalam berbatu-batu di sisi kiri jalan. Dan setelah jembatan, aba-aba untuk memasang gigi paling ringan depan belakang dari pak Bambang minggu lalu masih saya ingat. Artinya, tanjakan-tanjakan yang panjang, dan sesekali panjang sudah menunggu di depan.
Perjalanan dari jembatan sampai di Samigaluh sepanjang kira-kira 10 km, dengan beda ketinggian sekitar 300 meter kami tempuh dengan perlahan, dan berpencar-pencar sesuai kekuatan masing-masing. Dan tentunya saya di paling belakang, dan dr. Hariyanta di paling depan. Semangat dan sabar adalah bekal saya. Setelah istirahat sejenak di Alfa Mart di Samigaluh, perjalanan kami lanjutkan menuju ke Pasar Plono.
Perjalanan dari Samigaluh ke Pasar Plono yang berjarak sekitar 4.5 km kembali melalui jalan yang rolling-rolling naik turun dan tanjakan-tanjakan. Pesepeda perlu cerdik memanfaatkan rolling-rolling yang ada untuk bisa menghemat tenaga, dengan menggunakan turunan untuk bisa otomatis melaju naik menuju tanjakan berikutnya sejauh-jauhnya, syukur-syukur bisa sampai puncak tanjakan tanpa menggenjot
Setiba di Pasar Plono pagi itu ada beberapa bus wisata dari anak-anak dan guru SMP di Sentolo yang diperkir di tempat itu, untuk melanjutkan perjalanan ke Nglinggo. Di persimpangan jalan tersebut ada tulisan Nglonggo +/- 2km. Uch…rasanya lega dan senang…tinggal 2 KM saja. Ups..ternyata usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan 2 km terakhir ini, ini jauh melebihi upaya yang diperlukan untuk menyelesaikan 20 km awal perjalanan kami .
Jalan dari Pasar Plono menuju Kebun teh Nglinggo, luar biasa sangat menantang. Bayangan saya jaraknya sekitar 3 km dengan beda elevasi sekitar 300an meter dari Pasar Plono sekitar 600m di atas muka air laut, sampai puncak kebon teh Nglinggo yang berketinggian sekitar 900an m di atas mua air laut.
Semua rasa lelah seakan terobati habis begitu sampai di puncak kebun teh Nglinggo. Pemandangan hijau tanaman teh yang bertingkat-tingkat, pemandangan lembah yang dalam di seberang jalan, dan perbukitan dengan puncak-puncaknya yang pating pethongol, dengan aneka bentuk, dan semuanya hijau subur, sangat menawan dan tak bosan-bosannya untuk dinikmati. Satu gelas teh dan gula aren yang diletakkan di piring untuk digigit-gigit, menambah kenikmatan siang itu.
Perjalanan kembali ke Yogya kami mulai dengan terus lurus (bukan mbaklik, kembali dari arah kami datang), sedikit memutar melalu jalan lain dengan pemandangan yang luar biasa indah di sela-sela perbukitan dengan puncak-puncak bukit di kejauhan. Putaran ini hanya sekitar 1km sampai bertemu jalan perjalanan datang tadi, terus turun ke Pasar Plono dan lanjut ke Samigaluh dengan beberapa rolling kebalikan dari saat datang tadi. Perjalanan terus berlanjut ke perempatan Dekso, lurus terus menuju jalan Godean dan kembali ke Yogya. Total perjalanan hari itu hampir 80 km. Jarak memang tidak seberapa, namun kenikmatan tanjakan-tanjakan hari itu yang lebih menyenangkan.
Nglinggo
Mantebs mas Adi. Bikin penasaran kebon teh nglinggo nya. Kesan namanya spt apa adanya sdh cakep (ngligo : jawa, gak pake apa2) . Mas Adi hrs tanggung jawab ngajak saya ke sana nih. Mingini
siaap mas Tri…..minimal wis ono wacana….