Views: 103
Minggu, 25 Desember 2016 mendapat informasi bahwa Senin, 26 Dec 2016 ada teman-teman yang akan survey rute untuk mencari pilihan-pilihan jalur untuk event sepedaan di tahun 2017, dan rutenya ke arah Samigaluh/Nglinggo….Wow langsung semangat pingin ikut, karena pernah dua kali lewat jalur itu, dan menyenangkan tanjakan-tanjakannya, beberapa kali nuntun.
Semangat pingin ikut karena pingin mencoba hasil karya mas Rofi yang sudah lengkap mengganti blue thunder RB saya dengan flat bar, gir depan 3 speed dan gir belakang lengkap dengan gir 42..tampah istilah teman-teman.
Yogya-Dekso
Sesuai janjian, jam setengah enam pagi kurang lima menit saya sudah sampai di halaman RS Sarjito tempat berkumpul kami, dan setelah ngobrol-ngobrol beberapa saat, jam enam pagi kami berangkat. Bersepuluh kami bersepeda dengan dukungan mobil yang siap membantu saat diperlukan.
Dari RS Sardjito kami menyusuri selokan Mataram sampai jalan Magelang, belok kanan nyebrang ringroad dan belok kiri di Terminal Jombor menuju ke Cebongan., menyusuri jalan yang datar melewati Sayegan menuju ke perempatan Deksa. Jarak sekitar 20 km kami tempuh kurang dari satu jam melewati pedesaan-pedesaan dan persawahan yang segar.
Dekso-Pasar Plono
Selepas perempatan Deksa, pemandangan indah persawahan yang bertingkat-tingkat dengan latar belakang perbukitan Menoreh mengundang untuk diabadikan dengan foto-foto sambil istirahat sejenak.
Segera pemandangan menawan berganti dengan jalan yang berkelok-kelok sedikit menanjak dengan sungai yang dalam berbatu-batu di sisi kiri jalan. Dan setelah jembatan menyeberang sungai, aba-aba untuk memasang gigi paling ringan depan belakang dari pak Bambang beberapa waktu yang lalu masih saya ingat. Artinya, tanjakan-tanjakan yang panjang, dan sesekali tajam sudah menunggu di depan.
Perjalanan dari jembatan sampai di Samigaluh sepanjang kira-kira 10 km, dengan beda ketinggian sekitar 300 meter kami tempuh dengan perlahan, dan berpencar-pencar sesuai kekuatan masing-masing. Berbeda dengan dua kali pengalaman sebelumnya di jalur ini, kali ini saya jauh bisa lebih menikmati dan santai. Entah karena sudah ketiga kalinya melalui jalur ini, atau karena lebih percaya diri dengan perlengkapan sepeda yang lebih nyaman. Setelah istirahat sejenak di Alfa Mart di Samigaluh, perjalanan kami lanjutkan menuju ke Pasar Prono.
Perjalanan dari Samigaluh ke Pasar Plono yang berjarak sekitar 4.5 km kembali melalui jalan yang rolling-rolling naik turun dan tanjakan-tanjakan. Pesepeda perlu cerdik memanfaatkan rolling-rolling yang ada untuk bisa menghemat tenaga, dengan menggunakan turunan untuk bisa otomatis melaju naik menuju tanjakan berikutnya sejauh-jauhnya, syukur-syukur bisa sampai puncak tanjakan tanpa menggenjot
Pasar Plono-Hutan Pinus
Nah, kalau dua kali perjalanan sebelumnya dari Pasar Plono ini kami belok kanan menuju ke Kebun Teh Nglinggo, yang hanya berjarak sekitar 2 km tapi dengan tanjakan-tanjakan yang sangat tajam, dan saya lebih banyak nuntun. Perjalanan pulang dari Nglinggo ke Yogya melalui jalan yang sama ke arah Yogya.
Perjalanan survey kali ini berbeda, kami mendari jalan kembali ke Yogya yang berbeda. Dari pasar Plono kami belok ke kiri untuk menuju hutan Pinus di perbatasan DIY dan Jateng.
Segera selepas pasar Plono, bertemu perempatan, ke kanan menuju Purworejo, agak serong ke kiri menuju Hutan Pinus dan ke kiri ke arah Dekso lagi. Kami mengambil jalan yang agak serong ke kiri menuju Hutan Pinus. Tanjakan tajam langsung kami nikmati. Kata-kata mantera sakti yang saya ungkapkan saat ada tanjakan tajam adalah ” Lha iki sing tak goleki….Lha iniyang saya cari”, dan ganti gir paling ringan, dan sabar mengayuh. Menyetel otak untuk mencintai tanjakan adalah vitamin sehat yang menguatkan 🙂
Jalan dari Pasar Plono sampai ke Hutan Pinus sekitar 5km an masih dihiasi tanjakan-tanjakan yang menyenangkan, namun tidak setajam tanjakan-tanjakan sebelumnya. Untuk perjalanan kali ini sepenuhnya saya bisa terus berada di atas sadel sambil gowes, sementara beberapa teman memilih untuk menuntun. Namun gowesan saya juga tidak lebih cepat dari pada teman yang menuntun. Pelan-pelan, sabar, menjaga keseimbangan.
Pohon-pohon rindang menyejukkan di kiri dan kanan jalan sangat membantu kami terhindar dari terik matahari yang sudah mulai lumayan panas. Setiba di hutan pinus yang tidak begitu panjang, kami beristirahat sejenak berfoto-foto.
Hutan Pinus – Simpang Jalan Raya Godean-Purworejo
Ujung hutan pinus yang merupakan sangat dekat dengan batas antara provinsi DIY dan provinsi Jawa Tengah adalah pertigaan jalan ke arah Kali Gesing belok kanan, dan Yogya belok kiri.
Kami melanjutkan perjalanan ke Kenteng untuk menuju ke Yogya dengan berbelok ke kiri. Nah perjalanan di segmen ini perlu lebih fokus konsentrasi penuh, karena sajian turunan-turunan yang lebih menyenangkan akan segera hadir di hadapan kita.
Jaga jarak iring dan bersepeda sesuai suara hati dengan kecepatan pribadi tanpa perlu membandingkan atau niru-niru teman yang lain.
Jalan terus turun dengan pemandangan perbukitan Menoreh yang sangat menawan. Kunci utama melewati jalur turunan ini, bagi saya yang memiliki toleransi angka keamanan besar, alias penakut adalah melihat jauh ke depan. Jika ujung turunan terlihat masih nyaman untuk dijalani, langsung pasang rem sejak dari puncak gundukan, dan turun perlahan-lahan sampai ke ujung turunan dengan kecepatan yang masih terus bisa dikontrol untui sewaktu-waktu berhenti jika diperlukan.
Jika ujung turunan terlihat jauh dan menakutkan, segera rem, turun dari sepeda dan tuntun 🙂
Turunan jalan terus, terus dan terus kami nikmati sepanjang sekitar 11 km sampai simpang jalan raya Yogya-Godean-Purworejo dengan selisih elevasi sekitar 700 meter, dari sekitar 870m an di hutan Pinus dan 170m an di di Simpang Jalan Godean Purworejo.
Kami bertiga yang berada di depan bersama mas Kusedi dan mas Adi Rahmawan terus bisa menikmati turunan dengan nyaman, dan sekali kami turun dari sepeda, menuntun di turunan yang kami anggap lebih safe dengan menuntun. Kerjakan dengan selamat atau tidak sama sekali..safety first
Simpang Jalan Godean-Purworejo – Yogyakarta
Pemandangan di simpang jalan ini sangat elok, jalan ke arah Purworejo terlihat naik ke perbukitan yang hijau, dengan sawah yang baru beberapa waktu ditanam terlihat hijau juga menghias kiri dan kanan jalan.
Rasanya pingin juga menyusuri jalan indah tersebut, namun jalan ke Yogya belok ke kanan, ke arah sebaliknya.
Segmen terakhir menuju Yogya kami lalui dengan santai di jalan yang halus mulus agak menurun menuju ke Godean.
Hari sudah panas, namun jalan Godean lumayan agak teduh, dan nyaman untuk dilewati
Pendapat pribadi untuk rute ini:
- Rute yang sangat menyenangkan bagi penikmat tanjakan dan turunan. Diawali dengan pemanasan jalur datar 20 km dari Yogya, kemudian tanjakan-tanjakan tajam mulai dari Dekso-Samigaluh-Pasar Plono-Hutan Pinus, dan kemudian turunan-turunan yang menyenangkan dari Hutan Pinus di perbatasan Yogya-Jateng sampai ke Simpang Jalan Godean-Purworejo, dan diakhiri dengan jalan datar, agak menurun menuju Yogya
- Perlu persiapan latihan yang baik dan pengalaman menikmati tanjakan dan turunan tajam untuk bisa nyaman di jalur ini. Saya sendiri perlu tiga kali melalui rute ini untuk bisa sangat nyaman menikmatinya
- Fokus dan safety first, lebih konsentrasi di turunan-turunan yang tajam. Tetap mendengarkan suara hati untuk cepat membuat keputusan tetap berada di atas sadel atau turun dan menuntun sambil foto-foto
- Jika memiliki waktu yang panjang, saya menyarankan untuk menyempatkan waktu menikmati Kebon Teh Nglinggo yang berjarak sekitar 2km dari Pasar Prono. Tambahkan waktu sekitar 1-2 jam untuk menuju kebon teh, menikmati pemandangan di kebon teh dan berfoto-foto
- Jika kurang bisa menikmati turunan-turunan tajam, saya menyarankan untuk kembali ke Yogya melalui jalur yang sama dengan jalur keberangkatan melewati Dekso lagi.
Gambaran Kebun Teh Nglinggo Yang kami nikmati beberapa waktu yang lalu
Kami berdiri di atas jalan aspal selebar sekitar 3m yang menanjak menuju puncak bukit. Di sebelah kanan kami yang merupakan wilayah Kulon Progo provinsi DIY hijau dengan pohon-pohon teh yang bertingkat-tingkat seperti anak-anak tangga dan di sebelah kirim kami yang merupakan wilayah Kabupatan Purworejo,provinsi Jawa tengah, hijau juga dengan pepohonan yang rindang.
Memandang menjauh di sekeliling kami berdiri, hijau di segala penjuru dengan bukit-bukit dan puncak-puncaknya yang sekilas terlihat sejajar dengan tempat kami berdiri. Perbukitan Menoreh yang sangat dikenal dengan para prajuritya memang tempat yang sangat tepat untuk menjadi ajang penggemblengan, juga saat ini ketika kami menggembleng diri sendiri untuk mampu menyalakan api semangat bersepeda, setapak demi setapak merangkak ke puncak Nglinggo, menikmati perkebunan teh yang menawan.
Kenikmatan kami masih terlengkapi dengan masuk ke warung di puncak bukit, meminum the asli Nglinggo dengan gula aren yang menurut tata cara setempat bukan dimasukkan ke dalam gelas teh, namun dengan digigit-gigit, klethak-klethuk sambal meminum tehnya. Luar biasa karunia dan nikmat yang Tuhan berikan kepada kami. Matur nuwun Gusti.
Setiba di Pasar Prono pagi itu ada beberapa bus wisata dari anak-anak dan guru SMP di Sentolo yang diperkir di tempat itu, untuk melanjutkan perjalanan ke Nglinggo. Di persimpangan jalan tersebut ada tulisan Nglonggo +/- 2km. Uch…rasanya lega dan senang…tinggal 2 KM saja. Ups..ternyata usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan 2 km terakhir ini, ini jauh melebihi upaya yang diperlukan untuk menyelesaikan 20 km awal perjalanan kami .
Jalan dari Pasar Prono menuju Kebun teh Nglinggo, luar biasa sangat menantang. Bayangan saya jaraknya sekitar 3 km dengan beda elevasi sekitar 300an meter dari Pasar Prono sekitar 600m di atas muka air laut, sampai puncak kebon teh Nglinggo yang berketinggian sekitar 900an m di atas mua air laut.
Semua rasa lelah seakan terobati habis begitu sampai di puncak kebun teh Nglinggo. Pemandangan hijau tanaman teh yang bertingkat-tingkat, pemandangan lembah yang dalam di seberang jalan, dan perbukitan dengan puncak-puncaknya yang pating pethongol, dengan aneka bentuk, dan semuanya hijau subur, sangat menawan dan tak bosan-bosannya untuk dinikmati. Satu gelas teh dan gula aren yang diletakkan di piring untuk digigit-gigit, menambah kenikmatan siang itu.
Nglinggo
Mas mo nanya, (mampir sini karena Google hehe), klo rute hutan pinus nya samigaluh ini dibalik, naiknya dari jl godean nanggulan, lebih agak santai apa malah lebih curam?
Thanks
Terima kasih mas Pras. Seingat saya mirip-mirip. Mungkin agak lebih tajam di beberapa segmen. Namun pemandangan lebih indah, di hutan-hutan pinus…
Selamat menikmati Yogya