Views: 50
Semangat gowes di Payakumbuh hari Sabtu minggu lalu masih belum sirna, dan menambah besar keinginan untuk gowes lagi di hari Sabtu ini. Jum’at siang kami janjian untuk gowes dengan “jalur persahabatan” dengan rute yang pendek, indah dan scenic, istilah mas Akson, di hutan lindung belakang lapangan golf sampai ke Pos PP terus lanjut ke Danau Kayangan untuk berlanjut ke Limbungan dan stop di Niki Echo. Ternyata rute pendek ini tidak berarti langsung merupakan rute yang ringan……
Sabtu pagi, kumpul lima belas orang pengayuh sepeda AxicBic Rumbai, sebagian besar peserta gowes ke Payakumbuh Sabtu yang lalu. Sebelum mulai perjalanan, kami nikmati terlebih dahulu pisang ambon bawaan bang Fedrizal yang cukup banyak, bisa dua sisir per orang. Satu dimakan di tempat, satu untuk bekal di jalan, ada juga yang dua-duanya untuk bekal.
Gowes dimulai sekitar jam tujuh kurang sedikit, agak lambat dari jadwal awal jam setengah tujuh. Perjalanan dari rumah mas Rosyid di Kompleks Kenari diawali keluar dari gate ke arah Minas, dan masuk ke track hutan lindung di Sungai Ambang. Permukaan jalan yang berkontur menurun sangat licin setelah diguyur hujan beberapa hari terakhir ini, termasuk hujan tadi malam. Kami lalui perlahan-lahan, dan kami memilih untuk menuntun saat jalan mendaki yang sangat licin. Masing-masing memiliki ukuran dan kebijaksanaan sendiri-sendiri untuk memilih tetap mengkayuh atau menuntun.
Medan pagi ini memang amat indah, bersepeda di tengah rimbunan hutan lindung yang masih rindang, dengan aroma yang khas setelah diguyur hujan semalaman, dicuaca pagi yang masih diselimuti mendung. Tempat ini adalah sedikit bagian hutan dari yang tersisa di sekitar daerah Rumbai, yang sebagian besar sudah berganti menjadi kebon. Baik kebon kelapa sawit, kebon jagung, kebun cabe, atau kebon karet. Perjalanan pagi ini ke arah Timur, yang hanya sekitar lima kilo meter kami tempuh dengan penuh perjuangan menaklukkan beberapa tanjakan, terutama dua tanjakan tajam sebelum ke Pos PP dan sebelum gereja di atas bukit, dan tentunya juga buanyak action foto-foto di setiap tempat yang indah.
Kondisi permukaan jalan tanah ada beberapa jenis saat basah seperti pagi ini setelah diguyur hujan beberapa hari. Di turunan dan tanjakan sekitar Sungai Ambang, permukaan tanah relatif keras, namun tidak rata, dengan benjolan-benjolan bulat-bulat seperti tumpukan kacang di atas permukaan ampyang. Kondisi ini menuntut konsentrasi tinggi untuk terus menatap ke atas wajah jalan yang licin, berjalan pelan, namun cukup stabil untuk bisa terus melaju ke depan, jangan sampai terpeleset jatuh atau sulit menguasai keseimbangan karena terlalu lambat. Jalan sangat pelan, menjaga jarak dari sepeda teman di depan kita, dan terus mempersiapkan rem, baik rem depan maupun rem belakang untuk menahan laju sepeda di turunan, agar tetap pada tingkat kecepatan yang masih bisa dikontrol dengan mudah.
Jenis kondisi jalan yang lain adalah kondisi permukaan jalan yang lembek, becek, dan di beberapa lokasi seperti kolam kubangan, yang agak meragukan untuk dilintasi, karena kita tidak tahu pasti kedalaman dan kekerasan tanah di bawah permukaan air. Ada beberapa teman yang entah punya naluri bisa membaca dari jauh, atau memang nekat, biasanya berani menerjang langsung kubangan ini, dan ketika melihat kondisinya aman, teman dibelakangnya bisa langsung mengikuti. Atau jika ternyata teman tersebut gagal, karenana kondisi tanah terlalu lunak atau dalam, dia akan langsung teriak untuk mengingatkan teman di belakangnya untuk mencari jalur lain yang lebih baik.
Jenis kondisi tanah yang lain, seperti permukaan tanjakan di dekat Pos PP, ini yang paling sulit untuk dilalui saat basah, karena selain tanjakan yang tajam, permukaan tanah sangat tidak rata, dan di beberapa spot terjadi retakan-retakan yang juga terlalu dalam. Hanya sedikit dari anggota rombongan kami yang mampu menaklukkan tanjakan ini. Ada lagi jenis lain, seperti yang terlihat di tanjakan sebelum gereja di atas bukit. Meskipun basah, tanah rata dan keras, sehingga lebih mudah untuk didaki dari atas sadel sepeda meskipun tanjakan cukup curam, dan sebagian besar anggota rombongan bisa menyelesaikan tanjakan ini dengan sangat baik.
Setelah lima kilometer pertama melalui jalan tanah dengan tanjakan dan turunan yang menyenangkan, kami mulai masuk ke jalan aspal, jalan Pramuka untuk terus melaju menuju Danau Kayangan, salah satu tempat pertandingan PON yang lalu. Sisa-sisa berkah PON masih terasa, dimana jalanan menjadi mulus, meskipun dermaga dayung di Danau Buatan sudah runtuh, hanya bersisa beberapa papan yang masih mengapung di pinggir danau. Berkali-kali kami menengok danau ini, dan kami belum bosan juga untuk terus melihat perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
Dan ettape terakhir perjalanan segera kami lakukan menuju ke pitstop Niki Echo, sekitar enam kilo meter di atas jalan aspal segera kami lalap dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dibanding lima kilometer pertama di jalanan tanah. Tiba di Niki Echo, sudah disiapkan lima belas kursi dengan meja khusus diatur di teras depan, dengan beberapa mie ayam yang sudah siap di lahap. Terima kasih mas Wahono yang sudah menelpon, memesan, dan mas Akson yang putranya ulang tahun dan memestakan kami semua. Ueanak tenan, mensruput teh panas sambil melihat hujan rintik-rintik…. Total gowes hari ini “hanya” dua puluh kilometer, namun sangat menyenangkan dengan rerata hearth rate 132.